Julukannya Abu ‘Abdirrahman, ayahnya orang Turki yang bekerja kepada
seorang pedagang dari Bani Handzalah. Ibunya juga orang Turki dari suku
Khawarizmi. Beliau dilahirkan tahun 118 H, ada yang berpendapat 119 H.
Dari Al Hasan, ia Berkata, “Ibunda Ibnul Mubarak adalah orang Turki.
Kemiripan Ibnul Mubarak dengan orang Turki sangat mencolok. Kalau beliau
membuka bajunya, tidak terlihat banyak bulu pada dada. Salah seorang
keluarganya memberitahu aku bahwa beliau belum pernah Sekalipun masuk ke
tempat pemandian.”
Rumah Ibnul Mubarak sangat besar, terletak di Marwa. Halaman rumahnya
berukuran 50 x 50 hasta (1 hasta sekitar 50 cm). jika anda ingin melihat
ahli ilmu, ahli ibadah dan lelaki berwibawa yang juga dihormati di
Marwa, maka anda akan jumpai rumah tersebut. Setiap hari, banyak sekali
orang yang berkumpul di rumahnya. Mereka bersama-sama mengkaji ilmu
hingga ibnul Mubarak keluar dari kamarnyadan mereka pun berkumpul di
sekeliling beliau. Ketika ibnul Mubarak pindah ke Kufah, maka beliau
tinggal di sebuah rumah kecil. Biasanya beliau keluar untuk shalat, lalu
kembali lagi kerumahnya. Beliau sangat jarang keluar rumah dan tidak
pernah lagi didatangi banyak orang. Ketika itu, aku Berkata kepada
beliau, “Wahai Abu Abdurrahman, tidakkah engkau merasa terasing disini,
jika engkau bandingkan dengan rumahmu di Marwa?” beliau menjawab, “Aku
menghindari marwa karena hendak menghindari sesuatu yang engkau sukai,
dan sekarang aku tinggal disini karena menyukai sesuatu yang engkau
membencinya. Dulu, saat aku di Marwa, tidak ada masalahpun kecuali
mereka adukan kepadaku dan mereka mengatakan, “Tanyakan kepada Ibnul
Mubarak, sedangkan di sini aku terbebas dari semua itu.”
“Jadilah orang yang tak dikenal, yang membenci ketenaran, dan jangan
tampakkan bahwa dirimu tidak suka terkenal untuk mengangkat martabar
diri. Sebab, kalau engkau mengaku-aku zuhud itu sama artinya kezuhudanmu
telah roboh, karena engkau menyeret dirimu agar disanjung dan dipuji.”
Suatu hari aku bersama Ibnul Mubarak mendatangi amta air. Orang-orang
biasa minum dari sini. Beliau mendekat ke mata air tersebut dan minum
dari sana, Sementara orang-orang tidak mengenal beliau. Mereka
berdesak-desakan dan mendorong beliau. Ketika beliau keluar dari sana,
beliau Berkata kepadaku, “Seperti inilah hidup yang sebenarnya,” Maksud
beliau ketika kita tidak dikenal dan tidak dihormati oleh orang lain.
Seorang ulama’ bernama ‘Abdurrahman bin Mahdi Berkata, “Kedua mataku
tidak pernah melihat orang yang lebih tulus menasehati umat islam dari
Ibnu Mubarak.”
Dari Husain bin Hasan Al Mirwazi ia Berkata, “Ibnul Mubarak Berkata,
“Jadilah orang yang tak dikenal, yang membenci ketenaran, dan jangan
tampakkan bahwa dirimu tidak suka terkenal untuk mengangkat martabar
diri. Sebab, kalau engkau mengaku-aku zuhud itu sama artinya kezuhudanmu
telah roboh, karena engkau menyeret dirimu agar disanjung dan dipuji.”
Dari Asy’ats bin Syu’bah Al Mushishi, ia berkata, “Suatu ketika Hurun
Ar Rasyid datang ke Riqqoh (nama suatu daerah), lalu orang-orang keluar
menyambut Ibnul Mubarak. Mereka berdesak-desakan hingga sandal-sandal
putus dan debu berterbangan. Lalu muncullah seorang wanita, budak
khalifah Harun Ar Rasyid, dari sebuh bangunan kayu. Ketika melihat
orang-orang Begitu ramai, ia beratnya, “Ada apa?” orang-orang menjawab,
“Orang alimdari KHurosan tiba di Riqqah, namanya ‘Abdullah bin Mubarak.”
Maka wanita itu berkata, “Demi Allah, ini adalah raja, tapi bukan raja
Harun yang tidak bisa mengumpulkan orang-orang kecuali dengan polisi dan
tentara.”
Dari Qosim bin Muhammad, ia berkata, “Aku pernah berpergian bersama
Ibnul Mubarak. Ketika itu, yang sering terlintas dalam pikiranku adalah,
mengapa orang ini dilebihkan di atas kami sampai ia Begitu terkenal di
kalangan manusia. Padahal, kalau dia shalat, toh kami juga shalat. Kalau
dia berpuasa, kami juga berpuasa. Kalau dia berperang, kamipun juga
berperang dan kalau dia berhaji, kamipun sama.”
Qosim melanjutkan, “Suatu malam, saat kami tengah melakukan perjalanan
menuju Syam, kami makan malam di sebuah rumah. Tiba-tiba lampunya
padam. Maka, salah satu dari kami keluar rumah untuk mencari penerangan.
Tak lama kemudian, ia kembali dengan membawa lampu. Maka aku lihat
wajah Ibnu Mubarak, ternyata jenggotnya sudah basah dengan air mata.
Melihat itu, aku Berkata dalam hati, “Kiranya dengan rasa takut seperti
ini ia dilebihkan diatas kami.” Mungkin, ketika lampu padam dan suasana
gelap gulita, beliau teringat hari kiamat.
Nu’aim bin Hammad Berkata, “Ibnul Mubarak lebih banyak duduk di rumah,
maka ditanyakan kepada beliau, “Tidakkah anda merasa kesepian?” beliau
menjawab, “Mana mungkin aku kesepian sementara aku bersama Nabi Muhammad
shalallahu ‘alaihi wasallam (Yang beliau Maksud adalah bersama Hadits
nabi shalallahu ‘alaihi wasallam)
Demikianlah sekelumit kisah tentang sosok Ibnul Mubarak, tentunya
masih sangat banyak riwayat-riwayat yang mengkisahkan tentang keagungan
beliau. Semoga kita dapat senantiasa meneladai beliau amien.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar