Selasa, 03 Januari 2012

Amalan Yang Banyak Dilalaikan Manusia

Banyaknya orang yang lalai pada zaman kita ini. Saking lalainya hingga banyak diantara mereka yang jatuh pada kekufuran. Tidak sedikit diantara manusia hari ini yang meninggalkan shalat, tidak mau membayar zakat, asyik dengan kemaksiatan dan kesyirikan.
Maka sudah menjadi haknya seorang yang beriman agar mau memberi nasehat kepada saudaranya sesama muslim akan kelalaian tersebut. Harapannya mereka mau menerimanya serta bisa mengambil manfaat dari nasehat tersebut. Karena bagaimanapun nasehat itu pasti akan bermanfaat bagi orang-orang beriman. Allah Ta’ala berfirman :
وَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرَى تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِينَ
Dan tetaplah memberi peringatan, Karena Sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman. [ QS. Ad Dzariyat : 55 ].

Diantara bentuk peringatan adalah memberikan penjelasan pada ummat tentang hal-hal yang banyak dilalaikan oleh manusia agar ummat tidak mengikuti dalam kelalaian tersebut. Dan diantara perkara-perkara yang banyak manusia lalai darinya adalah :
Pertama : Lalai dari mempelajari agama Allah Subhanahu wa ta’ala.
Bodoh terhadap agama Allah Subhanahu wa ta’ala adalah penyebab seseorang mudah melakukan perbuatan dosa. Sedangkan dosa adalah penyebab kerasnya hati. Dan karena kerasnya hati itulah seorang hamba terkena penyakit lalai dari Allah Ta’ala dan kampung akhirat.
Bagaimana mungkin seseorang akan takut akan hari pembalasan sedangkan dia adalah orang bodoh tidak paham tentang shiroth (titian) dan mizan (timbangan)!!.
Bagaimana dia akan takut tentang su’ul khotimah (akhir yang buruk) sedangkan dia tidak tahu bahwa jiwa-jiwa hamba berada dijari-jemarinya Allah Ta’ala yang membolak-balikan sesuai kehendakNya!!.
Kebodohan semacam inilah yang akan mengantarkan perpecahan diantara sesama muslim dan menyebabkan mereka hidup didalam kesesatan serta taklid buta. Dan tanpa disadari terkadang bisa mengantarkan orang-orang yang bersih terjerumus didalam perbuatan dosa.
Diriwayatkan dari al-Qodhi Abu Bakar Bin al-Arabi al-Maki kisah yang menunjukan bahwa memungkinkan kebodohan bisa menimpa siapa saja, beliau mengisahkan: “Pada suatu hari Syaikh Thurthusi salah seorang ulama pada zamannya dari negeri andalus (sepanyol sekarang) berkunjung, beliau masuk lalu sholat pada sebuah masjid perbatasan, dan didalam masjid tersebut ada Ibnul Arabi. Maka sholatlah syaikh Thurthusi sholat sunah, dan adalah beliau mengangkat kedua tangannya bersamaan dengan takbir ruku’ dan manakala bangun dari ruku’. Adapun tentang mengangkat kedua tangan ini maka telah datang riwayat yang shahih dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam, namun ada riwayat di dalam madzhab malikiyah yang masyhur dikalangan mereka yang menyebar dinegeri andalus yaitu tidak mengangkat kedua tangan pada kedua tempat didalam sholat di atas. Ketika syaikh Thurthusi melakukan hal tersebut (dan beliau adalah salah seorang yang mengikuti sunah) yang mana hal tersebut menyelisihi pendapat madzhab yang telah masyhur dikalangan mereka, maka ada salah seorang pemimpin (pasukan) dari angkatan perang laut yang mengingkari dengan keras permasalahan ini, dan Ibnul Arabi ada disebelahnya menunggu syaikh selesai sholat, lalu komandan tersebut memerintahkan kepada sebagian pasukannya supaya mendekat kepada syaikh Thurthusi agar membunuhnya lalu melempar jenazahnya kelaut!!.
Maka Ibnul Arabi berkata: “Maka terlintas dalam hatiku antara kebimbangan. Lantas saya berkata: “Subhanallah! Ini adalah Thurthusi seorang yang faqih pada zaman ini”.
Maka mereka mengatakan kepadaku: “Lalu kenapa dia (syaikh Thurthusi) mengangkat kedua tangannya?!.
Setelah selesai maka syakih menjelaskan bahwa itu adalah sunah dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam, adapun permasalahan mengangkat kedua tangan pada saat ruku’ dan bangun dari ruku’ adalah salah satu pendapat dari malikiyah namun bukan pendapat yang masyhur dikalangan madzhab. Tidaklah beliau menjelaskan kecuali mereka telah mengerti dan paham. [Tafsir Qurthubi 19/281, al-Ithishom 1/274 dengan sedikit perubahan ].
Lihatlah! Bagaimana mungkin seseorang yang bodoh menjadikan dirinya dalam kelalaian sampai-sampai menghalalkan darahnya seorang muslim untuk dibunuh!! Yang mana beliau (syaikh) di atas kebenaran dan di atas sunah, ini semua penyebabnya adalah bodoh dengan agama Allah Ta’ala.
Kedua : Lalai dari kitabullah (al-Qur’an).
Yaitu lalai dari mempelajarinya, mengajarkannya serta menghafalnya, serta mengamalkan isinya. Padahal Nabi muhammad Shalaallahu ‘alaihi wa sallam sangat menganjurkan hal tersebut.
Maka orang yang mahir membaca al-Qur’an, mereka akan di kumpulkan bersama orang yang berwajah putih berseri-seri serta memiliki kemuliaan.
Dan adapun penghafal al-Qur’an maka mereka akan di angkat derajatnya pada hari kiamat sesuai dengan seberapa banyak ayat yang di hafalnya.
Dan al-Qur’an pada hari kiamat nanti akan datang memberi safa’at kepada pembacanya sebagaimana para pembaca al-Qur’an akan memberi safa’at kepada keluarganya. Bahkan membaca, mepelajari serta mengamalkan al qur’an adalah sarana yang paling berpengaruh untuk menjadikan seseorang istiqomah diatas kebenaran dan zaman yang penuh fitnah ini.
Masih banyak lagi kemulian serta keutamaan bagi para penghafal al-Qur’an dan orang-orang yang mau mempelajarinya, akan tetapi banyak dari manusia lalai dan lengah akan keutamaan tersebut.
Ketiga : Lalai dari dzikir kepada Allah Ta’ala.

Berdzikir kepada Allah Azza wa jalla adalah merupakan bekal orang-orang yang bertakwa. Dan berbekal dengannya merupakan kebiasaan bagi orang-orang yang shaleh.
Berdzikir merupakan kekuatan hati dan penambah umur. Dengannya bisa menolak segala macam kesusahan serta lebih mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala dan para pelakunya akan dimasukan ditaman-taman surga.
Berdzikir adalah ibadah hati dan lisan, perhiasan bagi para ahli ibadah, berdzikir juga merupakan pintu Allah yang agung yang dibuka antara diri-Nya dan hamba-Nya.
Namun sayang betapa banyak manusia yang lalai dari berdzikir kepada Allah ta’ala baik itu dzikir-dzikir yang sifatnya mutlaq (tidak ada batasanya) atau pun dzikir-dzikir yang sifatnya muqoyad (yang ada batasannya)!!.
Ketika pagi hari tiba betapa banyak dari kita yang tidak membaca dzikir di waktu pagi. Dan ketika hari telah usai (sore) kita pun banyak yang lalai, tidak membaca dzikir di waktu petang.
Ketika masuk masjid atau keluar dari masjid terkadang tidak terucap darinya sedikitpun dzikir yang berkaitan dengannya.
Demikian pula jika ia masuk atau keluar dari rumahnya maka tidak pernah bibirnya bergerak mengucapkan do’a atupun dzikir kepada Allah Ta’ala.
Jika mendangar ringkihan keledai, atau kokokan ayam, tidak pernah ia berdzikir dengan dzikir-dzikir yang diajarkan nabi sallallahu alaihi wasallam.
Maka siapa saja yang keadaanya seperti diatas bagaimana mungkin, dan merupakan suatu yang sangat jarang sekali kalau dia akan berdzikir kepada Allah jika dia mendatangi syahwatnya yang dibolehkan seperti ketika mau makan atau ketika ingin mendatangi keluarganya (jima’)!!.
Karena siapa yang lalai dari berdzikir kepada Allah pada tempat-tempat ibadah yang disyariatkan untuk berdzikir maka lebih mungkin lagi dia tidak akan lalai dari berdzikir pada tempat-tempat dia ingin menunaikan syahwatnya.
Keempat : Lalai dari niat pada amalan-amalan perbuatan yang di lakukannya.
Telah di riwayatkan dari Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu ia berkata: “Saya pernah mendengar Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Hanyalah amalan-amalan tersebut tergantung dari niat-niatnya, dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan apa yang di niatkannya”. [ HR Bukhari no: 1 ].
Dan manusia terkadang mereka lupa akan niat ketika sedang mengerjakan kewajiban bahkan adakalanya hal tersebut bisa menjadikan batalnya amalan tersebut dikarenakan ada sebagian amalan-amalan menjadi syarat sahnya amalan tersebut dengan niat.
Adakalanya orang itu lalai berniat di dalam beramal sehingga ketika beramal dia tidak meniatkan untuk meraih pahala sehingga dengan sebab kelalaianya ini ada begitu banyak pahala-pahala yang lewat begitu saja. Dan jika seorang hamba menghadirkan niat pada setiap amalan-amalan yang mubah maka hal itu akan menjadi sebuah pendekatan diri (ibadah) kepada Allah Ta’ala. Sebagai contoh manakala ia membeli barang-barang kebutuhan rumah tangganya, jika ia meniatkan sebagai bentuk ibadah maka hal itu akan bernilai ibadah di sisi Allah dan akan diberi pahala yang besar dengan sebab niatnya.
Demikian pula ketika ia memberi nafkah untuk keluarganya, entah itu nafkah yang wajib atau nafkah lainnya. Hal itu sebagaimana yang di riwayatkan dari Abu Mas’ud al-anshori radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam beliau berkata: “Jika seorang mu’min memberi nafkah keluarganya sedangkan ia mengharap kepada Allah dengan amalannya tersebut pahala-Nya maka hal itu bernilai shodaqah baginya”. [ HR Bukhari no: 55, Muslim no: 5351].
Bahkan yang lebih menakjubkan dari semua itu adalah candanya seorang suami bersama dengan istrinya maka hal itu akan memperoleh pahala jika niatnya ikhlas karena Allah Ta’ala. Maka betapa banyak orang yang lalai terhadap niat ini sehingga luput dari mereka kabikan yang banyak.
Demikianlah paparan tentang amalan-amalan yang banyak dilalaikan oleh manusia. Kita jika ingin jauh dari orang-orang yang lali, wajib bagi kita melazimi amalan-amalan yang dilalaikan tersebut. Insyaallah dengannya, Allah Ta’ala akan menjadikan kita orang-orang yang bertaqwa dan mengumpulkan kita bersama para syuhada’ dan shalihin di jannah sana. Amin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar