Banyaknya orang yang lalai pada zaman kita ini. Saking lalainya
hingga banyak diantara mereka yang jatuh pada kekufuran. Tidak sedikit
diantara manusia hari ini yang meninggalkan shalat, tidak mau membayar
zakat, asyik dengan kemaksiatan dan kesyirikan.
Maka sudah menjadi haknya seorang yang beriman agar mau memberi
nasehat kepada saudaranya sesama muslim akan kelalaian tersebut.
Harapannya mereka mau menerimanya serta bisa mengambil manfaat dari
nasehat tersebut. Karena bagaimanapun nasehat itu pasti akan bermanfaat
bagi orang-orang beriman. Allah Ta’ala berfirman :
وَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرَى تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِينَ
Dan tetaplah memberi peringatan, Karena Sesungguhnya peringatan itu
bermanfaat bagi orang-orang yang beriman. [ QS. Ad Dzariyat : 55 ].
Diantara bentuk peringatan adalah memberikan penjelasan pada ummat
tentang hal-hal yang banyak dilalaikan oleh manusia agar ummat tidak
mengikuti dalam kelalaian tersebut. Dan diantara perkara-perkara yang
banyak manusia lalai darinya adalah :
Pertama : Lalai dari mempelajari agama Allah Subhanahu wa ta’ala.
Bodoh terhadap agama Allah Subhanahu wa ta’ala adalah penyebab seseorang
mudah melakukan perbuatan dosa. Sedangkan dosa adalah penyebab kerasnya
hati. Dan karena kerasnya hati itulah seorang hamba terkena penyakit
lalai dari Allah Ta’ala dan kampung akhirat.
Bagaimana mungkin seseorang akan takut akan hari pembalasan sedangkan
dia adalah orang bodoh tidak paham tentang shiroth (titian) dan mizan
(timbangan)!!.
Bagaimana dia akan takut tentang su’ul khotimah (akhir yang buruk)
sedangkan dia tidak tahu bahwa jiwa-jiwa hamba berada dijari-jemarinya
Allah Ta’ala yang membolak-balikan sesuai kehendakNya!!.
Kebodohan semacam inilah yang akan mengantarkan perpecahan diantara
sesama muslim dan menyebabkan mereka hidup didalam kesesatan serta
taklid buta. Dan tanpa disadari terkadang bisa mengantarkan orang-orang
yang bersih terjerumus didalam perbuatan dosa.
Diriwayatkan dari al-Qodhi Abu Bakar Bin al-Arabi al-Maki kisah yang
menunjukan bahwa memungkinkan kebodohan bisa menimpa siapa saja, beliau
mengisahkan: “Pada suatu hari Syaikh Thurthusi salah seorang ulama pada
zamannya dari negeri andalus (sepanyol sekarang) berkunjung, beliau
masuk lalu sholat pada sebuah masjid perbatasan, dan didalam masjid
tersebut ada Ibnul Arabi. Maka sholatlah syaikh Thurthusi sholat sunah,
dan adalah beliau mengangkat kedua tangannya bersamaan dengan takbir
ruku’ dan manakala bangun dari ruku’. Adapun tentang mengangkat kedua
tangan ini maka telah datang riwayat yang shahih dari Nabi Shalallahu
‘alaihi wa sallam, namun ada riwayat di dalam madzhab malikiyah yang
masyhur dikalangan mereka yang menyebar dinegeri andalus yaitu tidak
mengangkat kedua tangan pada kedua tempat didalam sholat di atas. Ketika
syaikh Thurthusi melakukan hal tersebut (dan beliau adalah salah
seorang yang mengikuti sunah) yang mana hal tersebut menyelisihi
pendapat madzhab yang telah masyhur dikalangan mereka, maka ada salah
seorang pemimpin (pasukan) dari angkatan perang laut yang mengingkari
dengan keras permasalahan ini, dan Ibnul Arabi ada disebelahnya menunggu
syaikh selesai sholat, lalu komandan tersebut memerintahkan kepada
sebagian pasukannya supaya mendekat kepada syaikh Thurthusi agar
membunuhnya lalu melempar jenazahnya kelaut!!.
Maka Ibnul Arabi berkata: “Maka terlintas dalam hatiku antara
kebimbangan. Lantas saya berkata: “Subhanallah! Ini adalah Thurthusi
seorang yang faqih pada zaman ini”.
Maka mereka mengatakan kepadaku: “Lalu kenapa dia (syaikh Thurthusi) mengangkat kedua tangannya?!.
Setelah selesai maka syakih menjelaskan bahwa itu adalah sunah dari Nabi
Shalallahu ‘alaihi wa sallam, adapun permasalahan mengangkat kedua
tangan pada saat ruku’ dan bangun dari ruku’ adalah salah satu pendapat
dari malikiyah namun bukan pendapat yang masyhur dikalangan madzhab.
Tidaklah beliau menjelaskan kecuali mereka telah mengerti dan paham.
[Tafsir Qurthubi 19/281, al-Ithishom 1/274 dengan sedikit perubahan ].
Lihatlah! Bagaimana mungkin seseorang yang bodoh menjadikan dirinya
dalam kelalaian sampai-sampai menghalalkan darahnya seorang muslim untuk
dibunuh!! Yang mana beliau (syaikh) di atas kebenaran dan di atas
sunah, ini semua penyebabnya adalah bodoh dengan agama Allah Ta’ala.
Kedua : Lalai dari kitabullah (al-Qur’an).
Yaitu lalai dari mempelajarinya, mengajarkannya serta menghafalnya,
serta mengamalkan isinya. Padahal Nabi muhammad Shalaallahu ‘alaihi wa
sallam sangat menganjurkan hal tersebut.
Maka orang yang mahir membaca al-Qur’an, mereka akan di kumpulkan
bersama orang yang berwajah putih berseri-seri serta memiliki kemuliaan.
Dan adapun penghafal al-Qur’an maka mereka akan di angkat derajatnya
pada hari kiamat sesuai dengan seberapa banyak ayat yang di hafalnya.
Dan al-Qur’an pada hari kiamat nanti akan datang memberi safa’at
kepada pembacanya sebagaimana para pembaca al-Qur’an akan memberi
safa’at kepada keluarganya. Bahkan membaca, mepelajari serta mengamalkan
al qur’an adalah sarana yang paling berpengaruh untuk menjadikan
seseorang istiqomah diatas kebenaran dan zaman yang penuh fitnah ini.
Masih banyak lagi kemulian serta keutamaan bagi para penghafal
al-Qur’an dan orang-orang yang mau mempelajarinya, akan tetapi banyak
dari manusia lalai dan lengah akan keutamaan tersebut.
Ketiga : Lalai dari dzikir kepada Allah Ta’ala.
Berdzikir kepada Allah Azza wa jalla adalah merupakan bekal orang-orang
yang bertakwa. Dan berbekal dengannya merupakan kebiasaan bagi
orang-orang yang shaleh.
Berdzikir merupakan kekuatan hati dan penambah umur. Dengannya bisa
menolak segala macam kesusahan serta lebih mendekatkan diri kepada Allah
Ta’ala dan para pelakunya akan dimasukan ditaman-taman surga.
Berdzikir adalah ibadah hati dan lisan, perhiasan bagi para ahli ibadah,
berdzikir juga merupakan pintu Allah yang agung yang dibuka antara
diri-Nya dan hamba-Nya.
Namun sayang betapa banyak manusia yang lalai dari berdzikir kepada
Allah ta’ala baik itu dzikir-dzikir yang sifatnya mutlaq (tidak ada
batasanya) atau pun dzikir-dzikir yang sifatnya muqoyad (yang ada
batasannya)!!.
Ketika pagi hari tiba betapa banyak dari kita yang tidak membaca
dzikir di waktu pagi. Dan ketika hari telah usai (sore) kita pun banyak
yang lalai, tidak membaca dzikir di waktu petang.
Ketika masuk masjid atau keluar dari masjid terkadang tidak terucap darinya sedikitpun dzikir yang berkaitan dengannya.
Demikian pula jika ia masuk atau keluar dari rumahnya maka tidak
pernah bibirnya bergerak mengucapkan do’a atupun dzikir kepada Allah
Ta’ala.
Jika mendangar ringkihan keledai, atau kokokan ayam, tidak pernah ia
berdzikir dengan dzikir-dzikir yang diajarkan nabi sallallahu alaihi
wasallam.
Maka siapa saja yang keadaanya seperti diatas bagaimana mungkin, dan
merupakan suatu yang sangat jarang sekali kalau dia akan berdzikir
kepada Allah jika dia mendatangi syahwatnya yang dibolehkan seperti
ketika mau makan atau ketika ingin mendatangi keluarganya (jima’)!!.
Karena siapa yang lalai dari berdzikir kepada Allah pada tempat-tempat
ibadah yang disyariatkan untuk berdzikir maka lebih mungkin lagi dia
tidak akan lalai dari berdzikir pada tempat-tempat dia ingin menunaikan
syahwatnya.
Keempat : Lalai dari niat pada amalan-amalan perbuatan yang di lakukannya.
Telah di riwayatkan dari Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu ia berkata:
“Saya pernah mendengar Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Hanyalah amalan-amalan tersebut tergantung dari niat-niatnya, dan
sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan apa yang di niatkannya”. [ HR
Bukhari no: 1 ].
Dan manusia terkadang mereka lupa akan niat ketika sedang mengerjakan
kewajiban bahkan adakalanya hal tersebut bisa menjadikan batalnya
amalan tersebut dikarenakan ada sebagian amalan-amalan menjadi syarat
sahnya amalan tersebut dengan niat.
Adakalanya orang itu lalai berniat di dalam beramal sehingga ketika
beramal dia tidak meniatkan untuk meraih pahala sehingga dengan sebab
kelalaianya ini ada begitu banyak pahala-pahala yang lewat begitu saja.
Dan jika seorang hamba menghadirkan niat pada setiap amalan-amalan yang
mubah maka hal itu akan menjadi sebuah pendekatan diri (ibadah) kepada
Allah Ta’ala. Sebagai contoh manakala ia membeli barang-barang kebutuhan
rumah tangganya, jika ia meniatkan sebagai bentuk ibadah maka hal itu
akan bernilai ibadah di sisi Allah dan akan diberi pahala yang besar
dengan sebab niatnya.
Demikian pula ketika ia memberi nafkah untuk keluarganya, entah itu
nafkah yang wajib atau nafkah lainnya. Hal itu sebagaimana yang di
riwayatkan dari Abu Mas’ud al-anshori radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi
Shalallahu ‘alaihi wa sallam beliau berkata: “Jika seorang mu’min
memberi nafkah keluarganya sedangkan ia mengharap kepada Allah dengan
amalannya tersebut pahala-Nya maka hal itu bernilai shodaqah baginya”. [
HR Bukhari no: 55, Muslim no: 5351].
Bahkan yang lebih menakjubkan dari semua itu adalah candanya seorang
suami bersama dengan istrinya maka hal itu akan memperoleh pahala jika
niatnya ikhlas karena Allah Ta’ala. Maka betapa banyak orang yang lalai
terhadap niat ini sehingga luput dari mereka kabikan yang banyak.
Demikianlah paparan tentang amalan-amalan yang banyak dilalaikan oleh
manusia. Kita jika ingin jauh dari orang-orang yang lali, wajib bagi
kita melazimi amalan-amalan yang dilalaikan tersebut. Insyaallah
dengannya, Allah Ta’ala akan menjadikan kita orang-orang yang bertaqwa
dan mengumpulkan kita bersama para syuhada’ dan shalihin di jannah sana.
Amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar