Selasa, 03 Januari 2012

Karakter Istri Shalihah Pendamping Suami Mujahid


Coretan ini aku tulis dengan tetesan air mata. Saat cairan bening menetes dari mataku dan membasahi pipi. Disaat suamiku terbaring dipembaringan. Saat hati ini bergemuruh untuk mendapatkan keridhoan Allah dengan berbakti pada suami dan saat keinginanku ingin menjadi pendamping suami mujahid.
Memang untuk menjadi wanita sholihah tidak gampang. Tidak sembarang orang mampu untuk meraihnya, dan banyak para wanita yang kalah dan menjadi pecundang.
Cita-cita harus ditambatkan. Walau untuk meraihnya tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Saat separuh dien sudah kamu lakukan, saat itulah kau mulai menjadi istri shalihah.
Istri yang shalihah adalah istri yang mampu menghadirkan kebahagiaan di depan mata suaminya walau hanya sekadar dengan pandangan mata kepadanya. Seorang istri diharapkan menggali apa saja yang bisa menyempurnakan penampilannya, memperindah keadaannya di depan suami tercinta. Dengan demikian, suami akan merasa tentram bila ada bersamanya.
Wanita shalihah adalah idaman setiap lelaki. Karena memiliki istri yang shalihah lebih baik dari dunia beserta isinya. “Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah istri shalihah”. (HR. Muslim, Ibnu Majah)
Tips agar istri menjadi sebaik-baik perhiasan dunia dan wanita shalihah diantaranya adalah ;

Pertama, Taat kepada Allah dan Rosul-Nya. Istri yang shalihah adalah taat pada Allah dan rasul-Nya. Ketaatan inilah yang melahirkan berbagai amal kebaikan. Dan ketaatan inilah yang menjadikan dia senantiasa melaksanakan setiap perintah dan menjauhi larangan-Nya.
Ketaatan pada Allah dan rasul-Nya juga dituntut dengan ilmu. Karena ilmu yang benar akan melahirkan amal shalih. Sedangkan salah dalam memahami perintah dan larangan, halal dan haram akan mengakibatkan rusaknya amal dan bahkan masuk dalam perbuatan yang diharamkan.
Kedua, Istri harus mampu menjadi tempat berlabuh bagi suami. Ketika suami pulang kerja dalam kondisi capek maka istrilah yang mampu mengobati kecapekannya. Ketika suami sedang ada masalah sang istri mampu menghiburnya. Dan ketika suami sedang ada tekanan maka sang istri mampu memberikan ketenangan.
Seorang suami yang seharian bergelut dengan pekerjaannya, badannya merasa letih, kadang jiwanya pun tertekan dengan banyaknya beban pekerjaan akan sirna ketika dia mendapat sambutan hangat dari istrinya yang shalihah. Istri shalihah memang bukan sekedar pendamping bagi seorang suami, tapi juga sebagai pelipur lara yang sangat diharapkan bagi suami dan anak-anaknya.
Ketiga, Bersegera memenuhi ajakan suami utk memenuhi hasrat tdk menolak tanpa alasan yg syar‘i. Karena ia tahu dan takut terhadap berita Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا مِنْ رَجُلٍ يَدْعُو امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَتَأْبَى عَلَيْهِ إِلاَّ كَانَ الَّذِي فِي السَّمَاءِ سَاخِطًا عَلَيْهَا حَتَّى يَرْضَى عَنْهَا
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya lalu si istri menolak (enggan) melainkan yang di langit murka terhadapnya hingga sang suami ridha padanya.” (HR. Muslim no.1436)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا بَاتَتِ الْمَرْأَةُ مُهَاجِرَةً فِرَاشَ زَوْجِهَا لَعَنَتْهَا الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تَرْجِعَ
“Apabila seorang istri bermalam dalam keadaan meninggalkan tempat tidur suaminya, niscaya para malaikat melaknatnya sampai ia kembali (ke suaminya).” (HR. Al-Bukhari no. 5194 dan Muslim no. 1436).
Godaan suami ketika di luar cukup besar. Sehingga yang di ingat adalah istrinya yang dirumah. Maka sang istri harus mampu memberikan pelayanan yang terbaik terhadap suaminya.
Keempat, Istri yang sholehah mampu membelanjakan harta suami dengan baik.
Rasulullah sallallahu alaihi wasallam bersabda: “Sebaik-baik istri yaitu yang meyenangkanmu ketika kamu lihat; taat kepadamu ketika kamu suruh; menjaga dirinya dan hartamu ketika kamu pergi”. (H.R. Thabarani, dari ‘Abdullah bin Salam).
Hadits di atas menjelaskan bahwa setiap istri dituntut untuk amanah terhadap suaminya dalam mengelola harta suami yang dipercayakan kepadanya.
Seorang istri harus mampu berhemat dalam mengatur harta suami, ia tidak akan membeli sesuatu yang tidak penting bahkan yang tidak terjangkau dengan penghasilan suami sehingga ia tidak perlu berhutang untuk mencukupi keperluannya.
Dengan memiliki istri yang amanah maka suami tidak akan terbebani dengan berbagai tuntutan dari istri. Suami akan memberikan uang belanjanya kepada istri dengan senang hati karena ia yakin istrinya mampu membelanjakan harta tersebut dengan benar sesuai kebutuhan.
Istri yang mampu memenej keuangan dengan baik, maka ia akan mampu menabung. Sebaliknya istri yang pemboros, ia akan menghambur-hamburkan harta suami dengan berfoya-foya. Suami akan sangat tertekan dengan harus menuruti keinginan istri. Sehingga tidak sedikit kita lihat banyak rumah tangga yang hancur lantaran sang istri yang suka menuntut pada suami.
Kelima, Istri yang sholehah pandai mensyukuri pemberian dan kebaikan suami tidak melupakan kebaikannya . karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Diperlihatkan neraka kepadaku ternyata aku dapati kebanyakan penghuni adl kaum wanita yg kufur.” Ada yg bertanya kepada beliau: “Apakah mereka kufur kepada Allah?” Beliau menjawab: “Mereka mengkufuri suami dan mengkufuri kebaikannya. Seandai salah seorang dari kalian berbuat baik kepada seorang di antara mereka setahun penuh kemudian dia melihat darimu sesuatu niscaya dia berkata: “Aku tdk pernah melihat darimu kebaikan sama sekali.” (HR. Bukhari dari Ibnu Abbas radliyallahu ‘anhuma)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah bersabda:” Allah tidak akan melihat kepada wanita yang tidak mensyukuri apa yang ada pada suaminya dan tidak merasa cukup dengannya.” (HR. Nasa’i di dalam Al Kubra dari Abdullah bin ‘Amr. Lihat Al Insyirah fi Adabin Nikah halaman 76)
Ada sebuah kisah yang menarik dari Nabi Ibrahim dan Nabi ismail tentang syukurnya istri terhadap pemberian suami, sewaktu beliau menziarahi menantunya. Pada waktu itu, puteranya, Nabi Ismail tidak di rumah sedangkan isterinya belum pernah bertemu bapak mertuanya, yaitu Nabi Ibrahim.
Setelah sampai di rumah anaknya itu, terjadilah dialog antara Nabi Ibrahim dan menantunya.
Nabi Ibrahim : Siapakah kamu?
Menantu : Aku isteri Ismail.
Nabi Ibrahim : Di manakah suamimu, Ismail?
Menantu : Dia pergi berburu.
Nabi Ibrahim : Bagaimanakah keadaan hidupmu sekeluarga?
Menantu : Oh, kami semua dalam kesempitan dan (mengeluh) tidak pernah senang dan santai.
Nabi Ibrahim : Baiklah! Jika suamimu pulang, sampaikan salamku padanya. Katakan padanya, tukar tiang pintu rumahnya (sebagai kiasan supaya menceraikan istrinya).
Menantu : Ya, baiklah.
Setelah Nabi Ismail pulang dari berburu, isterinya terus menceritakan tentang orang tua yang telah singgah di rumah mereka.
Nabi Ismail : Apakah ada yang ditanya oleh orang tua itu?
Isteri : Dia bertanya tentang keadaan hidup kita.
Nabi Ismail : Apa jawabanmu?
Isteri : Aku ceritakan kita ini orang yang susah. Hidup kita ini selalu dalam kesempitan, tidak pernah senang.
Nabi Ismail : Adakah dia berpesan apa-apa?
Isteri : Ya ada. Dia berpesan supaya aku menyampaikan salam kepadamu serta meminta kamu menukar tiang pintu rumahmu.
Nabi Ismail : Sebenarnya dia itu ayahku. Dia menyuruh kita berpisah. Sekarang kembalilah kau kepada keluargamu.
Ismail pun menceraikan isterinya yang suka menggerutu, tidak bertimbang rasa serta tidak bersyukur kepada takdir Allah Ta’ala. Sanggup pula menceritakan rahasia rumah tangga kepada orang luar.
Tidak lama sesudah itu, Nabi Ismail kawin lagi. Setelah sekian lama, Nabi Ibrahim datang lagi ke Makkah dengan tujuan menziarahi anak dan menantunya. Terjadi lagi pertemuan antara mertua dan menantu yang saling tidak mengenali.
Nabi Ibrahim : Dimana suamimu?
Menantu : Dia tidak dirumah. Dia sedang berburu.
Nabi Ibrahim : Bagaimana keadaan hidupmu sekeluarga? Mudah-mudahan dalam kesenangan?
Menantu : Syukurlah kepada Tuhan, kami semua dalam keadaan sejahtera, tiada kekurangan.
Nabi Ibrahim : Baguslah kalau begitu.
Menantu : Silakan duduk sebentar. Boleh saya hidangkan sedikit makanan.
Nabi Ibrahim : Apa pula yang ingin kamu hidangkan?
Menantu : Ada sedikit daging, tunggulah saya sediakan minuman dahulu.
Nabi Ibrahim : (Berdoa) Ya Allah! Ya Rabbku!Berkatilah mereka dalam makan minum mereka. (Berdasarkan peristiwa ini, Rasulullah beranggapan keadaan mewah negeri Makkah adalah berkat doa Nabi Ibrahim).
Nabi Ibrahim : Baiklah, nanti apabila suamimu pulang, sampai- kan salamku kepadanya. Suruhlah dia menetapkan tiang pintu rumahnya (sebagai kiasan untuk melanggengkan isteri Nabi Ismail).
Setelah Nabi Ismail pulang dari berburu, seperti biasa dia bertanya sekiranya siapa yang datang mencarinya.
Nabi Ismail : Ada sesiapa yang datang sewaktu aku tidak di rumah?
Isteri : Ya, ada. Seorang tua yang baik rupanya dan perwatakannya sepertimu.
Nabi Ismail : Apa katanya?
Isteri : Dia bertanya tentang keadaan hidup kita.
Nabi Ismail : Apa jawabanmu?
Isteri : Aku nyatakan kepadanya hidup kita dalam keadaan baik, tidak kekurangan apapun, Aku ajak juga dia makan dan minum.
Nabi Ismail : Adakah dia berpesan apa-apa?
Isteri : Ada, dia berkirim salam buatmu dan menyuruh kamu melanggengkan tiang pintu rumahmu.
Nabi Ismail : Oh, begitu. Sebenarnya dialah ayahku. Tiang pintu yang dimaksudkannya itu ialah dirimu yang dimintanya untuk aku langgengkan.
Isteri : Alhamdulillah, syukur.
Isteri solehah itu seharusnya sabar di hati dan syukur pada wajah. Dari sini akan terpancar ketenangan setiap kali suami berhadapan dengan isteri salehah. Isteri salehah tidak cerewet dan tidak mudah menggerutu. Isteri salehah hendaklah senantiasa bersyukur dalam keadaan senang maupun susah supaya Allah tambahkan lagi rahmat-Nya seperti firman-Nya yang artinya: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Aku tambahkan nikmat-Ku kepadamu. Dan jika kamu mengingkari nikmat-Ku, maka sesungguhnya azab-Ku amat pedih. ” (Surah Ibrahim, ayat 7).
Keenam, Isteri harus dapat berbuat baik kepada kedua orang tua dan kerabat suami. Karena sesungguhnya isteri tidak dianggap berbuat baik kepada suami jika ia memperlakukan orang tua dan kerabatnya dengan kejelekan.
Ketaatan suami setelah Allah dan Rasul-Nya adalah kepada kedua orang tuanya. Sehingga istri harus mengingatkan ketika suami tidak taat kepada keduanya. Sang istri juga harus mampu berbuat baik kepada keduanya (mertua) sebagaimana ketaatannya kepada ibu bapaknya. Berapa banyak kita jumpai rumah tangga yang masuk padanya pertikaian dan perselisihan disebabkan buruknya sikap istri terhadap ibu suaminya dan tidak adanya perhatian akan haknya.
Wahai ukhti muslimah.
Maukah anda menjadi juara ? Menang diatas laga dan di akherat mendapat surga ?
Lakukan kriteria-kriteria di atas, insyaallah keluarga anda bahagia dunia akherat. Sebaliknya, jika anda tidak memiliki kriteria diatas alamat sengsara dunia akherat


Oleh

Ungkapan Hati Uhti Muslimah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar