Jumat, 20 Januari 2012

Bukan Raqib Bukan ‘Atid


(84) Kami beriman kepada para (malaikat) mulia pencatat amal. Sesungguhnya Allah menjadikan mereka sebagai penjaga kita.
Lima puluh ribu tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi Allah sudah mengetahui dan mencatat dalam Lauh Mahfuzh: berapa banyak manusia yang akan dilahirkan dan hidup di muka bumi. Allah juga mengetahui siapa saja di antara mereka yang kelak menjadi penghuni surga dan siapa yang menjadi penghuni neraka. Allah mengetahui semua perbuatan mereka—yang baik dan yang buruk—sebelum mereka mengerjakannya, bahwa mereka akan mengerjakannya.
Dengan hikmah-Nya yang hanya diketahui oleh-Nya, Allah menciptakan malaikat dari cahaya dan memerintahkan mereka untuk mengerjakan berbagai tugas khusus. Ada yang menyampaikan wahyu, ada yang mengatur rezki, ada yang mencabut nyawa, ada yang menjaga surga, ada yang menjaga neraka dan lain sebagainya. Para malaikat ini diciptakan oleh Allah dengan tabiat: melaksanakan semua yang diperintahkan-Nya dan sama sekali tidak bermaksiat kepada-Nya.
Pencatat Amal dan Penjaga Manusia
Di antara malaikat yang diciptakan oleh Allah adalah para malaikat pencatat amal yang disebut dalam al-Qur`an sebagai al-Kiram al-Katibin (yang mulia yang mencatat). Mereka disifati oleh Allah dengan sifat raqib (yang awas) dan ‘atid (yang selalu hadir). Jadi, bukannya nama mereka Raqib dan ‘Atid. Al-Qur`an tidak memberitahukan nama mereka. Rasulullah saw pun tidak memberitahukannya. Dalam hal ini, kewajiban kita adalah mengimani keberadaan mereka sebatas yang dikabarkan di dalam al-Qur`an dan hadits-hadits yang shahih. Jika ada yang mengklaim bahwa dua nama itu adalah nama mereka, ia harus mendatangkan dalil dari al-Qur`an atau hadits yang shahih.
Setiap orang dibersamai oleh empat malaikat. Di sebelah kanan, pencatat amal kebaikan; di sebelah diri pencatat amal keburukan; dan di depan dan di belakang penjaga. Dua malaikat penjaga dan dua malaikat pencatat amal. Ibnu ‘Abbas berkata, “Para malaikat ini menjaga seseorang atas perintah Allah dari sesuatu yang ada di hadapannya. Jika takdir Allah datang, mereka pun menyingkir.”
Mujahid berkata, “Setiap hamba dijaga oleh malaikat yang ditugaskan oleh Allah untuk menjaganya pada waktu tidur maupun terjaga dari gangguan manusia, jin, dan binatang buas. Setiap ada sesuatu yang datang kepada si hamba, malaikat akan berseru, ‘Pergilah kamu.’ Hanya, jika sesuatu sudah dikehendaki oleh Allah, maka hal itu akan terjadi.”
Para malaikat pencatat amal ini mencatat perkataan dan perbuatan, termasuk niat. Niat adalah amal hati. Para malaikat mengetahui semua yang dilakukan oleh seorang hamba. Allah berfirman, “Mereka mengetahui apa yang mereka kerjakan.” (al-Infithar: 12)
Hal ini diperkuat dengan hadits qudsi yang berbunyi,
إِذَا هَمَّ عَبْدِيْ بِسَيِّئَةٍ فَلاَ تَكْتُبُوْهَا عَلَيْهِ، فَإِنْ عَمِلَهَا فَاكْتُبُوْهَا عَلَيْهِ سَيِّئَةً، وَإِذَا هَمَّ عَبْدِيْ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا فَاكْتُبُوْهَا لَهُ حَسَنَةً، فَإِنْ عَمِلَهَا فَاكْتُبُوْهَا عَشْراً
“Jika hamba-Ku berhasrat untuk melakukan suatu keburukan, janganlah kalian menulisnya. Jika ia melakukannya, kalian tulislah satu keburukan atasnya. Jika hamba-Ku berhasrat untuk melakukan kebaikan namun tidak melakukannya, tulislah satu kebaikan baginya. Jika dia melakukannya, tulislah sepuluh kebaikan (untuknya).” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Dalil dari al-Qur`an
Di antara ayat-ayat yang menyebut tentang malaikat pencatat amal adalah:
“Apakah mereka mengira, bahwa Kami tidak mendengar rahasia dan bisikan-bisikan mereka? Sebenarnya (Kami mendengar), dan utusan-utusan (malaikat-malaikat) Kami selalu mencatat di sisi mereka.” (QS. Az-Zukhruf: 80)
“Padahal sesungguhnya ada (malaikat-malaikat) yang menjaga kalian. Yang mulia (di sisi Allah) dan mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu). Mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Infithar: 10-12)
“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah.” (Ar-Ra’ad: 11)
“(Yaitu) ketika dua malaikat mencatat amal perbuatannya, satu duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (Qaf: 17-18)
Tentang ayat di atas, Mujahid berkata, “Ada beberapa malaikat bersama setiap orang. Malaikat yang berada di kanannya yang mencatat kebaikan, dan malaikat yang ada di kirinya yang mencatat keburukan.”
Ibnu Juraij berkata, “Jika seorang hamba duduk, maka salah satu dari malaikat tersebut berada di sebelah kanannya, dan yang lainnya di sebelah kiri. Jika hamba tersebut berjalan, maka salah satu malaikat berada di depannya, yang lain di belakangnya. Jika hamba tersebut tidur, maka salah satu malaikat di atas kepalanya, dan yang lainnya di kakinya.”
Dalil dari al-Hadits
Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurayrah ra bahwa Nabi saw bersabda,
يَتَعَاقَبُونَ فِيكُمْ مَلَائِكَةٌ بِاللَّيْلِ وَمَلَائِكَةٌ بِالنَّهَارِ وَيَجْتَمِعُونَ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ وَصَلَاةِ الْعَصْرِ ثُمَّ يَعْرُجُ الَّذِينَ بَاتُوا فِيكُمْ فَيَسْأَلُهُمْ وَهُوَ أَعْلَمُ بِهِمْ كَيْفَ تَرَكْتُمْ عِبَادِي فَيَقُولُونَ تَرَكْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ وَأَتَيْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ

“Malaikat malam dan siang bergiliran terhadap kalian. Mereka bertemu saat shalat Shubuh dan shalat ‘Ashar. Maka para malaikat yang membersamai kalian di malam hari naik menghadap Allah. Allah menanyai mereka—padahal Allah Mahatahu tentang mereka, ‘Bagaimana keadaan hamba-hamba-Ku saat kalian meninggalkan mereka?’ Mereka menjawab, ‘Kami mendatangi mereka saat mereka mengerjakan shalat, dan kami meninggalkan mereka pun saat mereka mengerjakannya.’.”
Mengenai hadits ini, Ibnu Abdul Barr berkata, “Yang dimaksud dengan ta’aqub adalah pergantian antara seseorang, atau sekelompok dengan kelompok lainnya, sebagaimana tentara yang yang diutus oleh pemimpin diizinkan untuk pulang setelah datang kelompok tentara lainnya yang menggantikan posisinya.”
Sedangkan mengenai malaikat yang turun dan naik bergantian tersebut, para ulama berbeda pendapat, apakah itu malaikat penjaga atau bukan. Pendapat yang mengatakan bahwa mereka adalah malaikat penjaga dikutip dari al-Qadhi ‘Iyadh dan jumhur ulama. Sedangkan al-Qurthubi berkata, “Yang lebih kuat menurutku adalah mereka bukan malaikat penjaga.”
Imam Muslim dan Imam Ahmad meriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud ra bahwa Rasulullah saw bersabda,
مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا وَقَدْ وُكِّلَ بِهِ قَرِينُهُ مِنْ الْجِنِّ قَالُوا وَإِيَّاكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ وَإِيَّايَ إِلَّا أَنَّ اللَّهَ أَعَانَنِي عَلَيْهِ فَأَسْلَمَ فَلَا يَأْمُرُنِي إِلَّا بِخَيْرٍ
“Setiap orang dari kalian telah dibagi qarinnya dari kalangan jin dan qarinnya dari kalangan malaikat.” Para sahabat bertanya, “Termasuk dirimu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawa, “Termasuk diriku. Hanya, Allah telah membantuku untuk menundukkannya sehingga dia pun tunduk (kepadaku) dan tidak memerintahkanku kecuali kepada kebaikan.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda,
قَالَتِ الْمَلَائِكَةُ رَبِّ ذَاكَ عَبْدُكَ يُرِيدُ أَنْ يَعْمَلَ سَيِّئَةً وَهُوَ أَبْصَرُ بِهِ فَقَالَ ارْقُبُوهُ فَإِنْ عَمِلَهَا فَاكْتُبُوهَا لَهُ بِمِثْلِهَا وَإِنْ تَرَكَهَا فَاكْتُبُوهَا لَهُ حَسَنَةً إِنَّمَا تَرَكَهَا مِنْ جَرَّايَ
“Malaikat berkata, ‘Duhai Rabb-ku, itu ada hamba-Mu yang ingin berbuat maksiat. Allah Mahatahu akan hal itu. Allah berfirman, “Awasilah dia! Jika dia melakukannya, tulislah apa adanya. Namun jika dia meninggalkannya, tulislah satu kebaikan untuknya. Sesungguhnya ia meninggalkannya karena takut kepada-Ku.” (HR. Ahmad)
Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi dan beliau nyatakan sebagai hadits dha’if, diriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda, “Hindarilah bertelanjang bulat! Sesungguhnya bersama kalian ada (malaikat) yang tidak pernah meninggalkan kalian kecuali pada waktu buang air besar dan berjimak. Maka, malulah kepada mereka dan muliakanlah mereka.”
Wallahu a’lam


Oleh Ustadz Imtihan Syafi'i
http://www.arrisalah.net/

Senin, 16 Januari 2012

FUNGSI TARBIYAH DALAM JIHAD

DEFINISI
Secara bahasa: raba-yarubu artinya bertamabah dan berkembang. rabiya-yarbi artinya: membentuk.
Secara istilah:
Nuhammad Yunus dan Qasim Bakr berkata: Tarbiyah yaitu memberikan suatu pengaruh dari seluruh kebutuhan yang diperlukan yang telah dipilih untuk membantu anak agar membentuk jasmani, akal dan akhlak dengan betingkat dan berterusan sampai memenuhi suatu target kesempurnaan yang dimampui agar dia dapat hidup bahagia di kehidupan individualnya serta social dan jadilah amal anak itu bermanfaat bagi masyarakat. (At-Tarbiyah wa Ta’lim karya Muhammad Yunus dan Qasim Bakar)
Menurut Syeikh Nasiruddin Al-Bani menyimpulkan definisi yang diberikan oleh Imam Baidhawi dan Al-Asfahani, bahwa tarbiyah mengandung pengertian-pengertian sebagai berikut:
1. Menjaga dan memelihara fitrah manusia .
2. Pengembangan dan persiapan lengkap untuk memelihara fitrah
3. Mengarahkan fitrah tersebut untuk mengaplikasikan amalan dalam rangka menegakkan khilafah islamiyah.
4. Semunya itu dilakukan dengan bertingkat, level demi level, jenjang demi jenjang (Minhaj Tadris Ulum Syariyah dinukil dalam Risalah Tarbiyah wat Ta’lim karya Abu Hamidah Al-Harbi)
Dr. A. Madkur menjelaskan bahwa pengertian tarbiyah mengandung beberapa unsur, yaitu:
1. Ialah suatu aktifitas terencana dan terprogram bertujuan untuk membumikan Islam berserta tujuan-tujuannya di tengah-tengah masyarakat.
2. Secara itlaq, murabbi al-haq adalah Allah Sang Pencipta, Pencipta fitrah dan penentu yang telah menggariskan peraturan dan perundang-undaangan serta syareat agar manusia hidup sejahtera.
3. Tarbiyah merupakan pembentukan iman kepada Allah.
4. Tarbiyah merupakan usaha yang terus menerus dan pemupukan yang konsisten. (Risalah Tarbiyah wat Ta’lim karya Abu Hamidah Al-Harbi)
Syeikh Umar Muhammad Abu Umar berkata mengenai definisi tarbiyah: “Ialah aplikasi perintah-perintah Allah”. (Al-Jihad wal Ijtihad Ta’amulat fil Manhaj 82). “Maknanya seluruh muslim adalah orang yang tertarbiyah dan mendapatkan tazkiyah dengan mengamalkan perintah-perintah Allah ta’ala. Dengan kata lain barang siapa yang ingin mentarbiyah dirinya maka dia harus mengaplikasikan perintah-perintah Allah. Sudah dimaklumi, bahwa setiap amalan ibadah masing-masing mengandung atsar (efek) khusus. Atsar shalat berbeda dengan siyam sebagaimana siyam juga memiliki atsar tarbiyah yang berbeda dengan shalat, serta zakat memiliki efek khusus yang berlainan dengan shalat dan siyam”. (Al-Jihad wal Ijtihad Ta’amulat fil Manhaj 82)

FUNGSI TARBIYAH
Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan” (66:6).
Mufasir Qotadah berkata: “Perintah bagi mukminin untuk menyuruh keluarganya agar mentaati Allah dan melarang dari bermaksiat pada-Nya juga menegakkan hukum diantara mereka dengan apa yang telah diperintahkan Allah serta mendorongnya untuk mematuhinya. Jika kamu melihat mereka melakukan maksiat maka kamu tegur dan luruskan dia”. (I’dadul Qodat Fawaris Bi Hijri Fasadil Madaris 6)
Syeaikh Abu Muhammad Al-Maqdisi berkata: “Allah menerangkan pada hambanya bahwa kerugian yang besar bukan kerugian Bani Adam dalam dunia mereka seperti perdagangan, uang atau harta benda…..Namun kerugian yang hakiki dan nyata yaitu kerugian diri dan keluarga dari memurnikan hak-hak Allah yang tidak di terapkan pada anak-anak, meliputi hak ketaatan, tauhid, istiqomah pada syareat-Nya, pengajaran agama, tarbiyah keluarga dan pembinaan adab Islam. Allah berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang merugi ialah orang-orang yang kehilangan diri mereka sendiri dan (kehilangan) keluarga mereka pada hari kiamat. Ingatlah, sesungguhnya orang-orang yang lalim itu berada dalam azab yang kekal. Dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pelindung-pelindung yang dapat menolong mereka selain Allah. Dan siapa yang disesatkan Allah maka tidaklah ada baginya sesuatu jalan pun (untuk mendapat petunjuk). Patuhilah seruan Tuhanmu sebelum datang dari Allah suatu hari yang tidak dapat ditolak kedatangannya. Kamu tidak memperoleh tempat berlindung pada hari itu dan tidak (pula) dapat mengingkari (dosa-dosamu)”. (asy-Syura 45-47)
“Katakanlah: Sesungguhnya orang-orang yang rugi ialah orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada hari kiamat. Ingatlah yang demikian itu adalah kerugian yang nyata. Bagi mereka lapisan-lapisan dari api di atas mereka dan di bawah mereka pun lapisan-lapisan (dari api). Demikianlah Allah mempertakuti hambahambaNya dengan azab itu. Maka bertakwalah kepadaKu hai hambahambaKu.” (Az-Zumar 15-16) . (I’dadul Qodat Fawaris Bi Hijri Fasadil Madaris 6)
Ada dua hal yang dapat diambil dari keterangan diatas bahwa fungsi tarbiyah merupakan upaya untuk menyelamatkan umat dari fitnatusyubhat dan fitnatusyahwat mengembalikan umat kepada pemurnian tauhid. Pelaksanaan tarbiyah yang baik membuahkan suatu kebahagian di dunia dan diakerat, Syeikh Abu Muhammad Al-Maqdisi berkata:
“Orang mukmin yang memenuhi dunia mereka dengan ketaatan dan pencapaian ridha Allah baik mereka menyuruh pada diri mereka sendiri dan menggalakkannya pada keturunannya dengan suatu tarbiyah shalihah serta berkonsisten dengan kalimat taqwa, maka hasil dari seua ini adalah manfaat di kehidupan dunia dan kehidupan setelah kematiannya. Mereka akan berkumpul di hari kiamat dalam jannah yang penuh kenikmatan, mereka tidak bersedih dan tidak takut. Allah berfirman:
“Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikit pun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya. [52.22] Dan Kami beri mereka tambahan dengan buahbuahan dan daging dari segala jenis yang mereka ingini. [52.23] Di dalam surga mereka saling memperebutkan piala (gelas) yang isinya tidak (menimbulkan) katakata yang tidak berfaedah dan tiada pula perbuatan dosa. [52.24] Dan berkeliling di sekitar mereka anak-anak muda untuk (melayani) mereka, seakan-akan mereka itu mutiara yang tersimpan.
[52.25] Dan sebahagian mereka menghadap kepada sebahagian yang lain saling Tanya menanya. [52.26] Mereka berkata: “Sesungguhnya kami dahulu, sewaktu berada di tengah-tengah keluarga kami merasa takut (akan diazab)”. [52.27] Maka Allah memberikan karunia kepada kami dan memelihara kami dari azab neraka. [52.28] Sesungguhnya kami dahulu menyembahNya. Sesungguhnya Dialah yang melimpahkan kebaikan lagi Maha Penyayang.”. (At-thur 21-28)
TUJUAN TARBIYAH
Allah berfirman: “Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: “Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah.” Akan tetapi (dia berkata): “Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya” (Ali-Imran: 79).
Imam Ibnu Katsir berkata: Tidak patut bagi seseorang yang telah Allah berikan padanya Al-Kitab, hikmah dan nubuwah menyeru pada manusia sembahlah aku dan sembahlah Allah. (Tafsir Ibnu Katsir)
Dalam tafsir Muyasar : Tetapi katakanlah: jadilah kamu semua ahli hikmah, fuqoha, ulama atas apa yang kamu pelajari dari orang-orang sekitarmu mengenai wahyu Allah.
Syeikh Abu Mahmudah Al-Harbi menyatakan bahwa tujuan tarbiyah adalah untuk mewujudkan dan mencetak jeilu rabbani (generasi rabbani) yang mampu menegakkan daulah islamiyah dalam rangka merealisasikan peribadatan hanya kepada Allah dan mengeluarkan manusia dari peribadatan antar hamba kepada hamba secara fardi (individu) maupun jama’I (masyarakat). (Risalah Tarbiyah wat Ta’lim 4)
Makna rabbani menurut Ibnu abbas, Abu Razin dan ulama lain yaitu: ahli hikmah, ulama orang-orang yang santun (hulama)
Sedang menurut riwayat dari Ibnu Abbas Said bin Jubair, Qotadah, Atho’ Al-Khursani, Uthiyah Al-Aufi, Rabi’ bin Anas dan riwayat dari Hasan yaitu: Ahli ibadah dan ahli taqwa. (Tafsir Ibnu Katsir)
Muhsin Al-Muhsi berkata: yaitu ulama fakih dalam dien yang mengajarkan.
Tidaklah pantas orang yang mendapat gelar rabbani yaitu para ulama fakih, ahli ibadah, ahli hikmah, ahli taqwa kecuali dua golongan saja yaitu mujahid dan mujtahid. Dalam muqadimah Kitab Al-Jihad wal Ijtihad Ta’amulat fil Manhaj mengomentari tafsiran para mufasirin atas ayat: “Tidak sepatutnya bagi orang-orang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka tu dapat menjaga dirinya”. (9:122)
dikatakan: Dalam ayat ini, Allah telah menjadikan manusia menjadi dua golonga; yaitu mujahid dan mujtahid dan tidak ada kebaikan yang tersisa setelahnya. Seorang mujahid adalah mujtahid dan seorang mujtahid adalah mujahid. Karena jihad dan ijtidah merupakan dua pecahan kata dalam bahasa arab, baik dari kata jahdu (fathu jim) yang artinya lelah dan berat atau dari kata juhdu (dhomu jim) yang artinya usaha dan kemampuan.
Mengapa hanya jihad dan ijtihad? Karena keduanya adalah satu-satunya sarana untuk menegakkan dan memurnikan tauhid di muka bumi. Ust. Sayyid Qutb berkata: “Ketahuilah! Sesungguhnya tujuan dari jihad dan ijtihad ialah: “Mengajak manusia untuk hanya menyembah Allah sebagai satu-satunya sesembahan dan mengeluarkan mereka dari peribadatan sesama hamba serta membersihkan seluruh thagut dari jengkal tanah dan mendongkel dunia dari kerusakan”. (Hadza Dien, Sayyid Qutb 15)
Syeikh Umar Muhammad Abu Umar berkata: “Sesungguhnya ma’rakah (medan tempur) jama’ah yang diberi petunjuk (jama’ah muhtadiyah), ialah ma’rakah tauhid vs kufur, iman vs syirik, bukan ma’rakah versus perekonomian, politik, sosial. Juga bukan ma’rakah versus antara Hambali, Hanafi, Syafi’i atau Maliki, madzhab antar madzhab, fatwa atas fatwa”. (Al-Jihad wal Ijtihad Ta’amulat fil Manhaj 10)
ASPEK-ASPEK TARBIYAH
Jama’ah yang bersungguh-sungguh dalam iqamatuddin sangat memperhatikan dan mencanangkan dengan serius aspek-aspek tarbiyah pengkaderan. Karenanya jama’ah tersebut haruslah memiliki cici-ciri sebagi berikut seperti dikatakan oleh Syeikh Umar Muhammad Umar:
1. Jama’ah muhtadiyah merupakan jama’ah yang menggirng umat menuju pengaplikasian ubudiayah hanya kepada Allah semata dengan cara mengkuasakan dien di atas bumi dalam suatu pengaturan pemerintahan negara.
2. Sebab itu jama’ah muhtadiyah ini paham betul bahwa pengaplikasian ubudiyah secara sempurna tidak mungkin dilaksanakan kecuali dengan kemenangan (al-fath) dan tidak ada suatu kemenangan yang nyata kecuali dengan peperangan.
3. Peperangan tidak mungkin terjadi bila jama’ah muhtadiyah tidak menggelorakan semangat mati syahid dalam qolbu ummat. (Jihad wal Ijtihad 11)
Pembinaan generasi rabbani hendaklah memenuhi seluruh aspek yang telah Rasulullah saw praktekkan pada para sahabat sebgai generasi rabbani terbaik. Tidak menyeluruhnya aspek-aspek tarbiyah yang ditanamkan pada umat membuahkan hasil yang kurang bisa diharapkan untuk iqomatuddin. Syeikh Khalid Ahmad Basyantut dalam Tarbiyah Al-Askariyah Al-Islamiyah memerinci aspek-aspek tarbiyah islamiyah dengan enam aspek, yaitu:
1. Tarbiyah ruhiyah: mengangkat umat dari ketergantunga dan kecintaannnya pada dunia.
2. Tarbiyah fikriyah: Mencetak umat agar memahami kedudukan jihad dalam Islam sebagaimana mereka menegatahui siapa musuh-musuh mereka.
3. Tarbiyah nafisyah: Mencetak umat yang berani berkorban dalam jihad baik jihad harta maupun nyawa fisabilillah.
4. Tarbiyah badaniyah: Mencetak tubuh yang kuat dan kokoh agar mampu menopang beratnya medan peperangan.
5. Tarbiyah ijtimaiyah: Mencetak pribadi-pribadi yang saling bergotong royong, syuro dan menyatu dengan para ikhwan sehingga sifat individualisme akan terkikis.
6. Tarbiyah siyasiyah: Mencetak umat agar mampu mengatur dan mengendalikan suatu organisasi dalam skala kecil maupun besar berdasar asas Islam.
CAKUPAN BIDANG ILMU DALAM TARBIYAH

Manusia Rabbani tidak mungkin terbentuk kecuali dalam jihad atau ijtihad seperti telah dijelaskan di atas. Definisi Jihad menurut kesepakatan ulama madzhab empat adalah qital (perang). Artinya syareat ini membutuhkan suatu bidang ilmu yang disebut fanul harbiyah (Ilmu seni perang). Sedangkan ijtihad merupakan suatu kedudukan seseorang dari hasil jerih payahnya dia menuntu ilmu syar’i sehingga menaikkan derajatnya menjadi seorang fuqoha. Wal hasil, Ilmu syar’i diniyah dan ilmu harbi askariyah merupakan cakupan bidang ilmu dalam tarbiyah islamiyah. Allah berfirman:
“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama) Nya dan rasul-rasulNya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa”. (Al-hadid: 25)
Artinya: “Sunguh Kami telah utus para rasul Kami dengan hujah yang nyata dan Kami turunkan bersama mereka Al-Kitab yang berisi hukum-hukum serta syareat dan Kami turunkan mizan agar menagtur manusia dengan adil. Dan Kami turunkan bagi mereka besi, padanya terdapat kekuatan yang hebat serta manfaat yang manyak supaya allah menegtahui siapa saja yang menolong dien-Nya dan rasul-Nya pdahal Allah tidak dilihatnya”. (Tafsir Meisir)
Jabir bin Abdullah ra mengangkat pedang dengan tangannya dan Muashaf di tangan lainnya sambil berkata: “Rasulullah saw memerintah kami untuk memotong dengan ini dan menegakkan keadilan dengan ini”.
Ibnu Katsir berkata: Allah berfirman “Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata” yaitu: mukjizat, hujah-hujah yang terang, dalil-dalil nyata. “dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab”, yaitu: nukilan yang benar. “dan mizan” yaitu: keadilan.” Kemudian beliau berkata “Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat”, yaitu: Kami jadikan besi sebagai tameng bagi siapa saja yang ngeyel pada kebenaran dan menentang setelah dijelaskan hujah. (Tafsir ibnu Katsir)
“Maksud daripada diutusnya para rasul dan diturunkannya kitab adalah untuk menegakkan manusia dengan adil dalam melaksanakan hak-hak Allah dan hak-hak hamba”. (Majmu Fatawa 28/263)
Syeikh Ali Ahmad Madkur berkata: “Ibnu Taimiyah menjelaskan keterkaitan antara ilmu syareah dan ilmu harbiyah (kemiliteran) dengan perkataannya: Agama Islam berdiri tegak dengan pedang yang mengikuti Kitab. Jika ilmu tentang Kitab dan sunnah tersebar dengan pedang disisinya menjaga, maka agama islam akan berjaya. Namun bila ilmu tentang Kitab dan sunnah mengalami peremehan sedang pedang kadang kala berjalan seiring Kitab dan sunnah dan terkadang menyelisihinya, maka dienullah akan terombang-ambing sesuai kondisi perjalan Kitab sunnah dan pedang tersebut”. (Perkataan Ibnu Taimiyah ini terdapat di majmu Fatawa 20/393)
Ibnu Taimiyah juga berkata: “Sesungguhnya setiap amal harus disertai petunjuk dan setiap amal harus dijaga oleh kekuatan”. (Majmu’Fatawa 8/53)
“Dien akan kokok tegak dengan Kitab yang memberi petunjuk dan pedang yang menolong, ‘Dan cukuplah Rabb mu sebagai petunjuk dan penolong’ (Firman Allah). Majmu Fatawa 20/393)
“Kadilan kitab bisa dilaksankan dengan kekuatan besi, karena itu dien akan tegak kuat dengan mushaf dan pedang”. (Fatawa 28/264)
Ibnul Qoyyim berkata: “Allaah mengutus Muhammad saw menjelang hari kiamat dengan kitab yang memberi petunjuk dan pedang sebagai penolong sampai Allah sebagai satu-satunya yang disembah dan dijadikan rizkinya dibawah ayunan tombak”.
Beliau juga berkata: “Sesunggunya Allah swt menurunkan agama Islam dengan hujah, burhan dan pedang. Keduanya saling bertautan dalam memenangkan dien tidak bisa dilepaskan”. (Al-Furusiah 4)
PELAKSANAAN TARBIYAH
Para pakar tarbiyah telah memikirkan dan melakukan berbagai percobaan, analisa berbagai macam teknik tarbiyah yang baik. Begitu pula harakah-harakah islamiyah telah mencoba mempraktekkan bentuk-bentuk tarbiyah untuk mencetak umat agar mampu mengangkat kezdaliman yang menimpa islam wal muslimun. Namun sejauh ini ternyata tidak banyak harakah-harakah yang sukses dalam pelaksanaan tarbiyah mereka. Salah satu contoh; Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar (tentunya memiliki anggota hrakah terbesar juga) belum mampu hingga saat ini mengembalikan izzah muslimin. Bahkan semakin hari harakah-harakah tersebut semakin kehilangan arah dan kendali dari asas yang telah dicanangkan semula. Adapun harakah yang terlihat kemajuan dan besar dengan aksi-aksi show of powernya ternyata hanyalah kekuatan buih, bertubuh gempal namun rapuh dalamnya. Ditinggalkan anggotanya bila mana para tentara murtadin mencabik-cabiknya. Adakah yang salah dalam tarbiyah ini? Padahal halaqoh-halaoqh tersebar disetiap sudut jalan karena masjid sudah tidak mampu lagi menampung mereka, seminar dan konggres bersifat nasional maupun internasional tak sepi digelar. Lalu manakah kesalahan tersebut?
Syeikh Al-Mujahid Abdullah azzam berkata: “Tarbiyah tidak bisa diperoleh melalui lembaran-lembaran kitab, dan tidak pula dibagi-bagikan lewat brosur-brosur. Mereka yang mengambil sesuatu dari balik kitab dan membaca dalam majalah-majalah, hanyalah mendapatkan tsaqafah bukan tarbiyah. Sungguh beda, dan jauh amat berbeda antara tsaqafah dan tarbiyah. Makanya anda dapati perbedaaan yang sangat jauh antara pemuda yang terdidik melalui lembaran-lembaran buku. Saya tidak mengatakan ‘terbina melalui lembaran-lembaran kitab’”. (Tarbiyah Jihadiyah terbitan Al-Alaq 6/131)
Beliau berkata juga: “Orang yang belajar tanpa murabbi, ibarat batu yang menyebal dalam bangunan kaum muslimin yang tersusun rapi. Setiap orang yang mendapatkan ilmunya dari kitab-kitab, tanpa memperoleh pertolongan, pengawasan dan pengarahan orang-orang yang memang telah mendahuluinya di atas jalan tersebut, pasti akan menimbulkan masalah dalam masyarakat yang teratur baik”. (ibid 6/21)
Ustadz Sayyid Quthb berkata: “Sesungguhnya fiqih agama ini tidak mungkin dapat dipahami kecuali di bumi harakah dan tidak bisa dipakai pendapat orang yang membicarakan hal ini namun lalai dari harakah. Orang-orang yang menulis karya-karya mereka di zaman ini agar disebut sebagai karya ahkam fiqhiyah, sesungguhnya mereka telah memperbarui fikih islam sedang mereka jauh dari harakah yang bertujuan untuk memerdekakan hamba dari peribadatan pada hamba, mengembalikan mereka pada peribadatan kepda Allah saja dengan menerapkan syareat Allah dan melengserkan syareat thagut….Mereka adalah orang-orang yang tidak memahami karakter agama ini”. (Dzilal 1753).
Syeikh Abdullah Azzam berkata: Tarbiyah tidak dapat diperoleh melalui buku-buku. Tarbiyah harus dari qiyadah sedangkan qiyadah harus bersifat maidaniyah (lapangan). (TJ 6/133)
Beliau berkata: “Karena qiyadah dan muallim tidak memberikan pelajaran adab melalui pengetahuan dan fikrahnya saja, tapi dia membina melalui amal perbuatannya, sebagai suri tauladan yang baik bagi orang-orang yang ada di sekelilingnya. Dia membina anak-anak asuhannya melalui tingkah lakunya yang baik, melalui budi perkertinya dan iltizamnya terhadap Islam. Melalui zuhud dan keberaniannya”. (ibid 6/131)
Ibnu Mubarak berkata: “20 tahun kuhabiskan untuk menuntut ilmu dan 30 tahun untuk menuntut adab”. Olah karena adab tidak diperoleh melalui kitab, adab hanya didapat melalui akhlak para alim ulama. (Ibid 6/132)
Syeikh Azzam berkata: “Mereka yang terbina di tangan para ulama atau para dai yang benar dan muklis, adalah gudang simpanan fikrah. Mereka adalah harta simpanan aqidah yang mereka perjuangkan. Mereka adalah pengemban bendera Islam sejati.” (ibid 142)
TEMPAT PEMBINAAN TARBIYAH YANG PALING IDEAL

Pelaksanaan tarbiyah ternyata tidak cukup dan tidak mampu membentuk syaksiyah rabbani dengan seluruh aspek-aspeknya secara sempurna kecuali di sebuah tempat denagan sarana penunjang komplit, yaitu front-front pertempuran. Yang kami maksud bukan hanya front-front pertempuran konvensional karena peperangan dalam dunia militer terbagi menjadi beberapa bentuk diantaranya adalah perang dalam bentuk khusus seperti harbu urban (perang kota) ataupun perang intelejen. Termasuk dalam memahami makna ribath tidak hanya terbatas pada perbatasan-perbatasan wilayah konflik namun lebih dari itu menurut Syeikh Abdul Aziz Abdul Qodir ; ribath adalah semua tempat yang menakutkan musuh.
Syeikh Abdul Aziz Abdul Qodir dalam kitab Idadul Umdah fi Jihad fi Sabilillah berkata: “Kamp pelatihan dan medan-medan jihad bila baik pengaturannya merupakan sebaik-baik tempat untuk mentarbiyah seseorang yang akan menyingkap kebiasaan serta kelakuan harian disebabkan oleh lamanya pergaulan, perselisihan yang terjadi dan jauhnya perjalanan”.
Syeikh Harist Abdus Salam berkata: “Sedangkan perkataan orang yang meluncurkan pengakuan ‘tarbiyah dulu sebelum jihad’, maka perkataan ini seperti ‘tarbiyah dulu sebelum shalat’. Jawabannya satu; sesungguhnya shalat itu sendiri merupakan tarbiyah, setiap urusan dari pada urusan dien menimbulkan suatu pengaruh. Pengaruh shalat tidak sama dengan puasa, begitu pula zdikir berbeda dengan zakat. Jihad adalah tempat pembinaan tarbiyah yang paling ideal. Tarbiyah bukan lah suatu amal yang mempunyai batas waktu tamat (selesai) dan dimulai ketika akan perang. Tidak ada seorang berakal berpendapat demikian. Sejarah telah mencatat, tarbiyah dilaksanakan sebelum, setelah dan ketika perang, tarbiyah akan terhenti sampai orang itu mati dalam melaksanakan fardhu ain”. (Qoluu faqul Anil Jihad 43)
Terlebih untuk memahami tauhid, untuk membentuk seseorang meyakini dengan seyakin yakinnya kalimat la illaha illallah tidak mungkin dapat dilakukan kecuali di medan-medan jihad. Syeikh Abdullah Azam berkata: “Aqidah la illaha illallah tidak akan mungkin bisa kamu pahami bila tidak melalui jihad. Dan tauhid uluhiyah tidak akan mungkin bisa dipahami bila tidak melalui jihad”. (TJ 5/161)
“Tauhid Rububiyah bisa kita hapal dalam lima menit, namun bukan itu yang kita kehendaki. Kita tidak menghendaki tauhid yang sifatnya toritis, yang kita kehendaki adalah tauhid amali (praktis), yakni tauhid uluhiyah. Mentransformasikan aqidah bahwa Allah adalah sang Pencipta, yang Memberi Rizki dari benak kedalam kehidupan nyata. Mentransformasikan aqidah bahwa Allah Yang Menghidupkan dan mematikan dari dalam dada ke dalam perilaku akhlak dan sikap” (5/162)
“Pemimpinmu adalah seorang fajir dan fasik. Setiap hari mencaci Islam, sementara tak sekalipun kamu pernah menentangnya, karena mengkhawatirkan gaji tahunanmu (tidak dinaikkan), dan mengkawatirkan pekerjaanmu (akan hilang). Maka mana gerangan keyakinan bahwa Allah adalah yang Menciptakan dan yang Memberi Rizki?’ (5/163)
“Tauhid uluhiyah…Inilah tauhid yang taruhannya adalah darah, taruhannya adalah jiwa, taruhannya adalah harta. Ibumu disembelih dihadapanmu….anakmu dibakar hidup-hidup didepan matamu…rumahmu dihancurkan sehingga menimpa semua orang yang ada di dalamnya. Namun demikian kamu tetap sabar dan ikhlas, serta menyakini bahwa semuanya itu sudah menjadi takdir Allah…Inilah tauhid uluhiyah. Maka barangsiapa hendak mempelajari tauhid ini, silahkan dia datang ke Afghanistan”. (5/164)
“Syafi’ullah Afdhali selama delapan tahun berada di front terdepan dalam pertempuran. Maka para sahabatnya mengatakan kepadanya: ‘Shafiyullah, kami sangat membutuhkanmu, karena kamu adalah komandan. Jika kamu gugur, maka yang rugi adalah kami semua’. Namun apa jawabannya? Dia hanya membaca firman Allah: Tiada akan mati suatu jiwa melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah tertentu waktunya’. Inilah tauhid uluhiyah. Adakah kamu berpikir tauhid uluhiyah adalah kalimat-kalimat yang bisa kamu hafalkan melalui kitab? Tidak, sekali-kali tidak demikian”. (5/164)
“Tauhid uluhiyah tidak bisa dipahami apabila tidak melalui jihad. Merubah teori dan konsep menjadi perilaku, akhlak, sikap dan tindakan nyata dalam hidup, membuat sejarah dengan pengorbanan jiwa, raga dan darah. Inilah tauhid uluhiyah.
Akibat jihad Afghan melawan komunis, ma’ahid dan madaris tiba-tiba menjamur sampai mempu mendirikan universitas jihad antar bangsa dengan dosen-dosen yang memiliki kapasitas sangat mumpuni. Sedangkan tarbiyah di medan, setelah dilaksanakannya jihad, Syeikh Abdullah Azzam mampu mengumpulkan ratusan jimat milik penduduk Afghan hanya dalam tempo 1 jam saja.
Dalam Kitab Atsarul jihad Fil Bosnah karya Syeikh Ahmad bin Abdul Karim Najib menceritakan betapa besar dan hebat pengaruh jihad Bosnia Herzegovina dalam penyadaran dan pelaksanaan tarbiyah muslimin Lembah Balkan. Dalam waktu singkat setelah berlangsungnya jihad madaris dan ma’ahid sampai universitas menjamur bahkan beliau sendiri menjadi salah seorang pengajarnya. Hal yang sama tidak jauh berbeda terjadi di Checnya.
Salah satu hal yang ditakutkan Amerika selain syareat Islam yang ditegakkan di Afghanistan semasa Imarah Thaliban adalah cepatnya pertumbuhan madaris dan universitas berbasis kamp militer. Padahal Imarah Thaliban membangun tanpa bantuan dunia internasioanal sedikitpun. Bagaimana tidak, hanya dalam waktu empat atau lima setengah tahun dengan tarbiyah shahihah Thaliban berhasil mencetak kader-kader ulama mujahid tangguh, dalam perekonomian Thaliban dalam tempoh itu berhasil menuntaskan program swasembada pangan. Salah satu LSM Inggris melaporkan bahwa Thaliban berhasil menekan 40% peredaran ganja internasional.
Moro al-mubarokah, bumi jihad yang masih konsisten menegakkan jihad selama 300 tahun. Dimulai dari kedatangan salibis Spanyol, kemudian Amerika lalu katolik Filipin dan hari ini menghadapi persekutuan begundal Amerika dan Filipina. Bagaimanakah mereka dapat bertahan selama rentan waktu tiga abad? Baru-baru ini pasukan Amerika dengan peralatan tempur canggih turun langsung menyokong tentara Filipana terkusus dalam menghadapi tandhim Abu Sayyaf. Siapakah Abu Sayyaf? Anda lihat dikoran-koran dan media, mereka hanyalah manusia desa bersandal jepit (benar-benar dalam foto-foto mereka memakai sandal jepit!) namun menenteng M 16. Konon jumlah mereka tidak lebih dari 300 personal. Subhanallah, Amerika datang untuk membawa sandal jepit mereka. Peristiwa aneh ini menarik para pejabat-pejabat negara lain untuk mendatanganinya dan melihat langsung sistem tarbiyah mereka yang memberikan efek luar biasa. Mereka rela berkutat lumpur menempuh hutan belantara demi melihat sistem tarbiyah mujahidin.
Mari sekarang kita menuju Indonesia, jihad Ambon Maluku hanya dalam selang waktu satu setengah sampai dua tahun mampu menyadarkan mereka akan hekekat dienul Islam. Tercatat dalam sejarah, masyarakat muslim akan berhenti melakukan kegiatan bila azan telah memanggil dan berduyun-duyun kemasjid di Ternate. Poso pun tidak jauh dari itu; jihad telah menyadarkan mereka dari jahiliyah, premanisme, perang antar kampung, khamr, zina adalah bagian dari kehidupan mereka yang dianggap biasa. Akan mudah ditemukan pemuda-pemuda yang pernah berzina, tidak sulit mencari khmr dan jahiliyah lain. Itu sebelum adanya jihad. Namun setelah jihad tegak, orang aman meninggalkan motornya tanpa terkunci di jalan raya, masjid sangatlah makmur, tidak ada perselisihan antara golongan ormas islam. Bahkan dalam masalah jimat dan ilmu kebal, mereka dengan sadar membuangnya sendiri karena ternyata mereka telah membuktikan bahwa jimat-jimat tersebut dan ilmu kebal mereka tidak ampuh melindungi dari peluru. Lautan jilbab merupakan pemandangan biasa yang menarik agen-agen PBB untuk mencari penyebabnya.
Anda akan melihat di kawasan-kawasan jihad diseluruh tempat di bumi ini. Kaum yang sangat keras dalam amar maruf nahi mungkar. Namun kejahiliyahan akan nampak dan langsung terlihat manakala jihad terhenti.
KORELASI TARBIYAH AL-QIYADAH: ULAMA DAN JIHAD

Suatu kesamaan yang tidak terbantahkan dalam potret para sahabat ra sebagai umat terbaik adalah keterikatan dan keterlibatan mereka dalam jihad fi sabililah. Bahkan kuatnya keterikatan tersebut sampai-sampai pengajaran-pengajaran fikih dan muamalat pun mereka dapatkan dalam ma’rakah. Fikih tayamum karena janabah diajarkan ketika dalam suatu peprangan, hukum nikah mut’ah penghalalan dan pengharamannya ketika ghazwah (perang). Bahkan nasehat Rasulullah kepada Jabir untuk menikahi gadis ketika gazwah: “Nikahilah gadis karena dia dapat mencumbuimu dan engkau mencumbuinya”. Subhanallah, dalam peperangan Rasulullah masih sempat memberi pengajaran tentang nikah!!
Tidak heran bila mereka kelak menjadi qiyadah (pemimpin, komandan) bagi ummat, yang fakih dalam ilmu dien dan fakih dalam ilmu askari (militer). Seluruh jabatan Khalifah yang dikendalikan oleh sahabat adalah sahabat-sahabat yang selalu terjun dalam kancah pertempuran.
Abu Bakar Ash-Shidiq dengan kefakihan diennya memurtadkan orang-orang yang menolak membayar zakat dan dengan kemampuan askarinya berhasil meredam gelombang pemurtadan yang telah meluas.
Umar bin Khathab dengan kefakihannya menelurkan berbagai macam ijtihad hukum yang kita kenal dengan fikih Umar, dan dengan kemampuan intellegence yang sangat matang, Umar ra mengatur dan memberikan intruksi strategi dan taktik perang jitu dari Madinah disela-sela beliau menjalankan pemerintahannya.
Utsman ra seorang ulama dan hufadz pemersatu Al-Qur’an dengan daya intellegence askarinya mampu membaca bahwa dirinya akan digulingkan bila tidak menjalankan strategi ofensif , namun beliau tidak melakukannya karena sutau pertimbangan.
Ali ra, kealiman dan kefakihannya dalam dien mampu memelihara kekhalifahan ditengah badai pemberontakan dan demo bahkan dengan kematangan kemiletarannya beliau mampu membaca peta provokasi dan adu domba pada perang Jamal atau Shiffin, lalu beliau menghentikan peperangan tersebut ketika berkecamuk dasyat dan mendinginkan suasana.
Hasan bin Ali dan Jabir juga seorang khalifah yang fakih dan prajurit handal. Begitu pula
Muawiyah ra mengirim ekspedisi armada laut ke negara yang sangat jauh bagi menaklukkan Konstantinopel.
Khalifah-khalifah berikutnya bukan dari kalangan sahabat juga matang dalam dien dan askari. Harun Ar-Rasyid, seorang khalifah yang diterca ratusan penghinaan dan pemutar balikkan fakta oleh para orientalis. Siapakah sesungguhnya beliau?
Syeikh Umar Muhammad Umar menceritakan: “Harun Ar-rasyid, satu tahun pergi berperang tahun berikutnya berhaji bagitu seterusnya. Tidur beliau diatas kuda tempurnya sampai-sampai kaki beliau (betis) bengkak karena selalu berada diatas kuda. Beliau meninggal di perang Ash-Shoif wilayah Masyriq, beliau adalah seorang mujahid fi sabilillah. Bila ada yang berkata: Dia itu banyak mengumpulkan harta, disisinya permata-permata mengkilap, emas dan simpanan yang melimpah. Maka katakan padanya: Engkau benar, beginilah kondisi ummat, kaya raya yang diperoleh dari kebaikan bukan diperoleh dari kehinaan, semua ini berasal dari fadhilah Allah karena menghidupkan jihad fi sabilillah. Allah telah mewariskan negeri-negri yang terkalahkan kepada mujahidin sebagaimana sabda nabi: Dan dijadikan rizkiku dibawah bayangan tombakku”. (Jihad wal Ijtihad 56)
Shalahudin Al-Ayubi, siapa yang tidak mengenal Saladin? Hidupnya diantara ilmu dien dan pertempuran, tempat tinggalnya bukan di istana berkasur empuk bahkan beliau memilih kemah ditengah dingin padang pasir sebagai persinggahan yang paling diminatinya.
TARBIYAH ISLAMIYAH; TAHAPAN MENUJU DZIRWAH TSANAMIL ISLAM
Riwayat dari Ibnu Haban dan Hakim secara shahih menyebutkan hadit: “Seorang mujahid yaitu orang yang bersungguh-sungguh melaksanakan ketaatan Allah, dan muhajir (orang yang berhijrah) yaitu orang yang membuang dosa dan kesalahan”.
Syeikh Abu Muhammad Al-Maqdisi berkata: “Jika mereka belum melakukan jihad atas diri mereka dan anak-anak mereka , belum berhijrah sebagai kewajiban pertama kali bagi setiap muslim di setiap zaman dan masa….Maka bagaimana mungkin mereka akan berjihad melawan kufar dan para thagut, bagaimana caranya mereka akan menyabetkan pedang dan menumpahkan darah….atau menarik pelatuk meluncurkan peluru….Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata: “Siapa saja yang belum berjihad dengan dirinya untuk melepaskan hawa nafsu yang mengekang agar dapat melaksanakan apa yang diperintahkan dan menjauhi larangan kemudain dia maju berperang, maka tidak mungkin dia mampu melawan musuh-musuhnya di medan””. (Idadul qodat)
Ibnul Qoyyim berkata: “Jihad tidak akan sempurna kecuali dengan hijrah, sedangkan hijrah tidak mungkin diraih kecuali dengan iman. Orang-orang yang mengharap rahmat Allah merekalah yang menegakkan tiga perihal ini. Allah berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Al-Baqoroh 218) . Allah telah mewajibkan iman bagi setiap orang, begitu pula allah pun mewajibkan dua hijrah di setiap waktu yaitu;
1. Hijrah kepada Allah dengan tauhid, ikhlas dan taubat, tawakal, khouf (takut kepada Allah), harap pada Allah, dan mahabbah (cinta pada Allah).
2. Hijrah kepada Rasul-Nya saw dengan cara mengikutinya (itiiba’), tunduk pada perintahnya, membenarkannya (tashdiq), mengutamakan perintah dan haditnya dari semua perintah-perintah lain. Rasulullah bersabda : Barangsiapa hijrahnya kepada Allah dan rasul-Nya maka hijrah tersebut kepada Allah dan Rasul dan barangsiapa hijrahnya kepad dunia yang dikejarnya atau wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya menurut apa yang dia hijrahi itu”. Begitu pula Allah telah mewajibkan jihad atas diri (melawan hawa nafsu) dan jihad melawan setan, ini semua merupakan fardhu ain”. (Zadul Ma’ad)
Ibnul Qoyyim menulis syair sebagai berikut:
Jadikanlah hatimu dua hijrah, jangan tidur, keduanya wajib bagi setiap orang
Hijrah pertama kepada rahman dengan ikhlas dalam keadaan rahasia atau terang
Hijarah yang lain kepada perutusan (Rasul) yang membawa al-haq nyata dan burhan
Beliau berkata “ Oleh karena jihad melawan musuh-musuh Allah yang dhohir itu adalah cabang dari jihad nafs karena Allah, sebagaimana sabda Nabi,”Mujahid adalah orang yang berjihad melawan hawa nafsunya dalam rangka ta’at kepada Allah dan muhajir adalah orang yang berhijrah dari larangan-larangan Allah.” maka jihadun nafs lebih didahulukan dari melawan musuh yang dhohir, dan jihadun nafs adalah pokok dari pada jihad kuffar karena siapa belum berjihad melawan hawa nafsunya dengan melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangannya serta memerangi hawa nafsu karena Allah dia tidak akan mampu untuk berjihad melawan musuh-musuh Allah yang dhohir.
Bagaimana mungkin dia mampu berjihad melawan musuh Allah, sedang musuh yang mengusai dirinya saja belum ia perangi ? Ia tidak akan mungkin mampu keluar pergi berjihad melawan musuh Allah sampai ia berjihad menundukkan hawa nafsunya sehingga mau keluar melawan musuh-musuh Allah. Seorang hamba diuji untuk berjihad melawan kedua musuh ini (musuh yang lahir dan bathin). Di antara kedua musuh tersebut masih ada lagi musuh ketiga, ia tidak akan mungkin memerangi kedua musuh tersebut kecuali bila dia (telah) bisa melawan musuh yang ketiga yang melemahkan semangatnya, menakut-nakuti dan selalu membuat khayalan baginya betapa beratnya jihad melawan keduanya dan hilangnya seluruh kesenangan.
Ia tidak mungkin berjihad melawan kedua musuh tersebut musuh tersebut kecuali setelah melawan musuh yang ketiga ini. Karena itu jihad melawan musuh yang ketiga ini pokok dari jihad melawan kedua musuh di atas. Musuh yang ketiga ini adalah syaithon. Allah berfirman,“Sesungguhnya syaithon itu musuh bagi kalian maka jadikanlah ia sebagai musuh.” Perintah untuk menjadikan syaiton sebagai musuh adalah peringatan supaya mengerahkan segala kemampuan untuk memeranginya, karena syaithan (merupakan) musuh yang tidak pernah berhenti untuk memerangi hamba setiap detak nafas, dengan demikian maka sebenarnya seorang hamba diperintah untuk memerangi tiga musuh ini”. (Zadul Ma’ad jilid 3/5-6)
Imam Ibnu Qayyim menjelaskan bahwa pokok atau landasan dari jihad melawan orang kafir adalah jihad melawan hawa nafsu dan setan dengan jalan menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Orang yang mampu berjihad melawan orang-orang kafir hanyalah orang-orang yang mampu menundukkan hawa nafsunya. Penjelasan beliau ini dengan jelas menunjukkan bahwa berjihad melawan orang kafir merupakan jihad terbesar dan paling agung, karena hanya bisa diraih oleh orang-orang yang lulus dari jebakan hawa nafsunya.
Untuk memerangi hawa nafsu, imam Ibnu Qayyim dalam Zadul Ma’ad menyebutkan tempat tahapan :
a). Berjihad dengan mempelajari din yang haq ( Islam ).
b). Berjihad dengan mengamalkan perintah – perintah agama yang telah dipelajari.
c). Berjihad dengan mendakwahkan agama Islam serta mengajarkannya kepada orang yang tidak tahu.
d). Berjihad dengan bersabar terhadap rintangan-rintangan dakwah
Imam Ibnu Taiiyah berkata mengenai hijrah dan jihad ketika menjelaskan ayat ini: ” Bagi para faqir yang berhijrah, yang diusir dari negerinya dan dari harta bendanya karena mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya serta menolong Allah dan Rassul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar.” )Al Hasyr: 8(
Inilah sifat muhajirin yang berhijrah meninggalkan kejahatan dan berjihad melawan musuh-musuh Allah secara lahir dan batin. Sebagaimana sabda Nabi,” Orang mukmin itu orang yang darah dan harta orang lain selamat dari gangguannya, orang muslim itu orang yang kaum muslimin selamat dari lisan dan tangannya, orang yang berhijrah itu orang yang meninggalkan apa yang dilarang Allah orang yang berjihad itu orang yang berjuang melawan hawa nafsunya demi Allah.” (Majmu 11/196)
Harakah islamiyah harus mampu membina umat, pertama kali adalah dengan iman kemudian mengajaknya hijrah lalu jihad dengan pemahaman shahih dari para ulama salaf terpercaya.
PELAJARAN TARBAWI DARI PERANG TABUK “JIHAD DAN INFAQ”
Rasulullah saw menyeru tahrid untuk membekali pasukan yang akan berangkat ke Tabuk “Bersedekahlah karena aku akan mengirim pasukan”. Segera Utsman bin afwan ra dengan harta kekayaannya dan beliau terus mengirim hartanya samapi Rasulullah bersabda: “Allahumma ridhalah Utsman karena aku telah ridha padanya”. “Tidak ada bahaya untuk Utsman setelah hari ini’.
Kemudian muncul Abdurrahman bin Auf : “Wahai Rasulullah aku mempunyai 4000, 2000 aku serahkan dan 2000 aku tinggalkan untuk keluargaku”. Rasulullah menjawab: “Barakalallah atas apa yang engkau berikan dan barakallah atas apa yang engkau simpan”.
Pelajaran-pelajaran tarbawi dalam gazawy nabi dapat dirngkumkan berikut:
1. Harta adalah benda yang sangat menarik perhatian manusia, dalam Islam harta yang paling halal ialah ghanimah. Seruan dan tahridh untuk infak sebagai dana pembiayaan perang yang dibebankan kepada mujahidin (dan itu tidak sedikit) merupakan tarbiyah pengorbanan harta. Mujahidin yang telah terlatih dengan cepat kehilangan harta sehingga ia merasakan dalam jiwanya bahwa harta hanya dikorbankan untuk jihad, maka ketika dia dihadapkan dengan ghanimah yang berceceran, hatinya tidak akan tergoda. Terlebih seorang mujahid tertarbiyah untuk siap mengorbankan nyawa dan jiwanya. Apakah arti sebuah harta sedang nyawanya pun siap ia serahkan.
Dalam artikel berjudul Taamul Tarbawiyah Fi Ghazawat Nubuwat yang disebarkan oleh Majalah Al-Fajr dikatakan: “Sesungguhnya keluarnya mujahid menuju kancah pertempuran dengan ruh ditangannya, dan mati fi sabilillah merupakan dambaan yang telah menggelora dalam jiwa tidak mungkin dapat dicegah dari ghanimah harta yang dibagikan secara haq. Dia akan terus menjamin berkibarnya panji Islam, meneruskan jihadnya dan menolong dakwah. Sampaipun dia mendapatkan ghanimah itu seorang diri, maka dia akan menyerahkanya untuk kepentingan jama’ah mujahidah dan penyebaran dakwah. Sesungguhnya ketidak bernafsunya mujahid pada ghanimah merupakan pelajaran tarbiyah dari infaq fil jihad”.
2. Rasa mencukupkan apa yang ada dan merasakan kekayaan diri yang Allah cukupkan serta izzah jihad menjadikan mujahid selalu bersegera dalam kebaikan (fastabiqul khirat), saling bantu membantu baik dalam masa sulit maupun mudah. Selalu melakukan i’dad fisik semampunya dan menyokong jihad.
“Hakekat ini merupakan suatu gamabaran akan kesempurnaan manhaj tarbawi rabbani dalam membangun jama’ah mujahidah, dalam membangkitkan jiwa untuk berlomba-lomba melaksanakan kebaikan, gotong royong secara sehat jauh dari unsur-unsur yang haram seperti riba”.
“Dari pelajaran-pelajaran ini kita melihat suatu kumpulan masyarakat yang ideal saling tolong menolong dalam keimanan dan berlomba-lomba untuk mendanai perprangan-peperangan terlebih pada perang Tabuk”.
3. Menyatukan ruhul wahdah islamiyah (persatuan Islam)
“Tarbiyah apakah yang mampu menyatukan abaul Islam (msyatakat islam) kepada ruh wahdah islamiyah dengan segala komponen dan pengorbanan seperti mentarbiyah mereka untuk mengorbankan jiwa dan berlomba-lomba berangkat ke medan perang unttuk meninggikan kalimat Allah? Seungguhnya itu merupakan tarbiyah yang paling ideal untuk mencetak akhlak baik dan budi perkerti.Seorang muslim yang telah merasakan tarbiyah ini tidak akan kabur dari medan perang, dan tidak akan menolak panggilan saudaranya mujahid yang sangat memerlukan pertolongannya”. (Taamul Tarbawiyah Fi Ghazawat Nubuwat yang disebarkan oleh Majalah Al-Fajr)
BUAH TARBIYAH
Syeikh Islam Ibnu Taimiyah dalam Fikr Tarbawi mengungkap buah dari pelaksanaan dan keberhasilan tarbiyah yang tertanam pada muslim sebagai berikut:
1. Hidup dan mati untuk mengaplikasikan aqidah islamiyah.
2. Mentauladani prikehidupan nabi dalam seluruh perilakunya.
Syeikh Abdurrahman An-Nahlawi menambahkan:
1. Muncul seorang yang memiliki syakhsiyah (kepribadian) kokok kuat tidak mengenal atau tahan terhadap kegoncangan, depresi, stress.
2. Kuatnya iltizam dengan Islam
3. Hatinya selalu terikat kepada Allah.
PENUTUP
Sesungguhnya tarbiyah tidak dapat dilepaskan dari ilmu syar’i dan jihad, usaha pemisahan tersebut berarti berusaha membelokkan makna tarbiyah sebenarnya yang telah Allah gariskan, Bahkan Rasulullah saw sebagai murabi terbaik mencetak para sahabat dikancah-kancah pertempuran, mengajarkan fikih dan muamalat di antara pedang, darah, debu-debu dan kelelahan. Syeikh Al-Mujahid Abdullah Azzam berkata: “Sungguh daulah Islam dan hukum Islam sekali-kali tidak akan tegak kecuali dengan jihad dan jihad dapat tegak jika ada harokah Islam (para muharik) yang mendidik para pengikutnya dengan tarbiah yang benar.”
Berkata Sofwan bin Uyainah kepada Abdullah bin Mubarak: “Bila kamu melihat manusia telah berselisih pendapat, maka ikutilah para mujahidin dan ahli tsugur (ulama yang hidup di medan jihad)”.
Walhamdulillah shalawat dan salam bagi Rasulillah.
MURAJA’AH
Al-Qu’ran Al-Karim
Atsarul jihad Fil Bosnah karya Syeikh Ahmad bin Abdul Karim Najib
Al-Jihad wal Ijtihad Ta’amulat fil Manhaj Syeikh Umar Muhammad Abu Umar
I’dadul Qodat Fawaris Bi Hijri Fasadil Madaris Syeaikh Abu Muhammad Al-Maqdisi
Idadul Umdah fi Jihad fi Sabilillah, Syeikh Abdul Aziz Abdul Qodir
Tafsir Ibnu Katsir, Ibnu katsir
Tarbiyah Jihadiyah terbitan Al-Alaq, Syeikh Al-Mujahid Abdullah azzam
Taamul Tarbawiyah Fi Ghazawat Nubuwat yang disebarkan oleh Majalah Al-Fajr
Risalah Tarbiyah wat Ta’lim karya Abu Hamidah Al-Harbi
Qoluu faqul Anil Jihad Syeikh Harist Abdus Salam

MANHAJ SALAAFUS SHALIH

Kenapa kita belajar manhaj salaf ?
Belajar tentang manhaj penting karena :
Karena permasalahan manhaj adalah permasalahan yang sangat penting dalam kehidupan manusia terutama dalam hal ilmu dan amal, entah dia selaku pribadi atau sebuah komonitas. Seseorang yang tidak punya manhaj dalam kehidupannya seperti orang yang membangun sebuah bangunan kemudian ia runtuhkan kemudian ia bangun kembali ia runtuhkan dan seterusnya karena mendapatkan berbagai masukan tentang bangunan yang dibangun dari orang lain. Orang yang tidak jelas manhajnya ia akan menekuni hari ini dengan banyak menghafal al qur’an, maka ketika orang-orang beralih kepada hadist dia akan tekuni ilmu hadist tersebut dan ia tinggalkan hafalan al qur’annya, ketika orang-orang menekuni ilmu fiqih ia akan imut menekuni dan ia tinggalkan belajar hadist dan seterusnya sehingga umurny habis untuk mencicipi berbagai hal yang tidak jelas. Maka dari itu manhaj sangat penting untuk menuntun seseorang pada satu jalan.
pentingnya manhaj yang kedua adalah, karena kita hidup di zaman kebangkitan islam dari berbagai seginya. Maka jika shohwah islamiyah ini tidak dituntun oleh manhaj syar’I tidaklah begitu bermanfaat untuk Islam. Gambarannya adalah seperti air hujan yang jatuh mengenai bangunan atau jatuh di padang pasir yang tidak ada manfaatnya sama sekali. Berbeda ketika air hujan tersebut jatuh pada tumbuhan akan menjadikan tumbuhan tersebut subur dan tumbuh bersar. Demikian pula perkembangan islam ini jika tidak didasari manhaj yang benar maka tidak akan banyak berguna terhadap Islam dan bahkan menimbulkan syubhat baru bagi Islam.
Banyak kita jumpai orang-orang berbicara tentang manhaj. Akan tetapi mereka tidak memahami apakah itu manhaj ? apa yang diinginkan dengan manhaj ?, ketika ditanya tentang hal tersebut banyak yang tidak bisa berbicara karena memang belum memiliki ilmu tentangnya.



Ta’rif salafus shalih.
Secara Bahasa : salaf berasal dari kata : سلف , berarti : تقدم, مضى, سبق (mendahului, telah lewat/ yang lalu, terdahulu).
Orang Salaf yaitu orang terdahulu. والسلف : القوم المتقدمون فى السير
Dan salih berati : ذو خير (yang baik), sebagai deskripsi/sifat bagi kata salaf.
Secara Istilah : as-Salafus as-Shalih adalah tiga generasi pertama Islam pilihan, yaitu generasi Sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut-Tabi’in.
وَالسَّابِقُونَ اْلأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَاْلأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا اْلأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَآ أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ { التوبة : 100}
artinya : Dan as-Sabiqunal awwalun dari orang-orang Muhajirin dan orang-orang Anshor dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan ihsan, Alloh ridho kepada mereka dan mereka ridho kepada Alloh , dan Alloh menyediakan bagi mereka jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya . Itulah keberuntungan yang besar. ( at Taubah 100 )
عن عبد الله بن بسر قال: قال رسول الله : طوبى لمن رآني وطوبى لمن رأى من رآنى طوبى لهم وحسن مآب {رواه الطبراني} وفي رواية الحاكم : طوبى لمن رآني وطوبى لمن رأى من رآني وطوبى لمن رأي من رأي من رآني.
Dari Abdullah bin Busr radliyallahu ‘anhu Rasulullah saw bersabda : Keberuntungan bagi orang-orang yang melihatku, keberuntungan bagi orang yang bertemu dengan orang yang melihatku. Bagi mereka keberuntungan dan tempat kembali yang baik. .
Sedang dalam riwayat Hakim ; Keberuntungan bagi orang melihatku, keberintungan bagi orang yang bertemu dengan yang melihatku, keberuntungan bagi orang yang bertemu dengan orang yang bertemu dengan yang melihatku.
Manhaj Salaf adalah manhaj yang disebutkan oleh Rasulullah dalam hadits Iftiroqul Ummah :
ما انا عليه واصحا بي”” Yaitu Manhaj yang ditempuh oleh Nabi dan para Sahabat serta yang mengikuti mereka sampai generasi Tabi’in dan Tabi’ut-Tabi’in termasuk para Ulama’ Ahlus-Sunnah yang termasyhur dan terpercaya seperti Abu Hanifah, Imam Malik, Syafi’i, Ahmad, Bukhari, Muslim dan Ahlus-Sunan serta para Ulama’ pada masa itu yang tidak termasuk Ahli Bid’ah.
Manhaj ini dilanjutkan dan diserukan oleh para Ulama’ abad -abad berikutnya, seperti Ibnu Taimiyah, Ibnu Katsir, Ibnul Qoyyim, Adz-Dzahaby dan lain-lain dari para Ulama’ terpercaya yang berjalan diatas manhaj Salafus-Shalih sampai hari ini..
Salafiyah dalam perjalanan sejarah mencakup dua pengertian.
Pertama, Salafiyah adalah manhaj ilmu dalam berta’mul (berinteraksi) dengan dua sumber ilmu yaitu Al Qur an dan As Sunnah dengan bersandar sepenuhnya hanya kepada keduanya saja serta membuang jauh-jauh selain keduannya dalam menghukumi maksud dari gerak dalam hidup ini.
Kedua, Salafiyah sebagai gerak hidup, jalan dan tingkah laku dalam mengejewantahkan manhaj yang dimaksud. Maka bisa dikatakan Salafiyah adalah manhaj yang telah digariskan oleh generasi awal umat ini dari para Shahabat Rasulullah Sallallahu’alaihiwasallam baik dalam bentuk ilmu maupun amal itulah salafiyah dan demikian pula seharusnya kita berbuat dan beramal. Dan diantara rahmat Allah dengan manhaj Yang berupa manhaj ilmi dan amaly sekaligus yaitu bahwa manhaj ini telah ditegakkan oleh oran-orang berta’amul dengan manhaj ini dalam bentuk yang paling tinggi dan sempurna sehingga mereka menjadi manhaj dan manhaj adalah mereka. Sehingga dengan demikian nama manhaj ini selalu bergandengan dan melekat dengan syakhsiyah mereka, manhaj ini selalu dilekatkan dengan mereka karena mereka adalah para pendahulu (salaf) yang lebih dahulu dari semua orang dalam melaksanakan manhaj ini baik kadar maupun waktu.
Perintah untuk mengikuti mereka.
Ibnul Qoyyim berkata : Ittiba’ terhadap salafusshalih adalah berpegang teguh terhadap jalan dan manhaj-manhaj mereka
وَالسَّابِقُونَ اْلأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَاْلأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا اْلأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَآ أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ {100}
artinya : Dan as-Sabiqunal awwalun dari orang-orang Muhajirin dan orang-orang Anshor dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan ihsan, Alloh ridho kepada mereka dan mereka ridho kepada Alloh , dan Alloh menyediakan bagi mereka jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya . Itulah keberuntungan yang besar. ( at Taubah 100 )
وَمَن يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِن بَعْدِ مَاتَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَاتَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَآءَتْ مَصِيرًا {115} النساء
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya. dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia kedalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruknya tempat kembali”. (QS. 4:115)
عليكم بسنتي وسنةالخلفاء الراشدين المهديين من بعدي عضوا عليها بالنواجد وإيّاكم ومحدثات الأمور فإنّ كلّ بدعة ضلالة {رواه ابو داود والترمذي وابن ماجة}
Rasulullah saw bersabda : “Hendaklah engkau berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah Khulafa’ur-Rasyidin yang mendapat petunjuk sesudahku, gigitlah dengan gigi gerahammu. Dan hati-hatilah terhadap perkara-perkara (dien) yang diadakan., Sesungguhnya setiap bid’ah itu kesesatan.”
عَنْ ابن مَسْعُود z قَالَ : مَنْ كَانَ مُتَأَسِيًا فَلْيَتَأَسَّ بِاَصْحَابِ رَسُوْلِ اللهِ`فَإِنَّهُمْ كَانُوْا أَبَرُّ هَذِهِ الْأُمَّةِ قُلُوْباً وَأَعْمَقُهَا عِلْمًا وَأَقَلُّهَا تَكَلُّفًا وَأَقْوَمُهَا هَدْيًا وَأَحْسَنُهَا حَالًا. قَوْمٌ اِخْتَارَهُمُ اللهُ لِصَحْبَةِ نَبِيِّهِ وَإِقَامَةُ دِيْنِهِ فَاعْرِفُوا لَهُمْ فَضْلَهُمْ وَاتبَعُوْا أَثَارَهُمْ، فَإِنَّهُمْ كَانُوْا عَلَي الهُدَى الْمُسْتَقِيْم
Ibnu Mas’udradliyallahu ‘anhuberkata : Barang siapa yang ingin mengikuti seseorang hendaklah ia mengikuti para Sahabat Ra. Karena sesungguhnya hati mereka adalah sebaik-baik hati manusia. Ilmu mereka adalah sedalam-dalam ilmu manusia. Paling sedikit bebannya (tidak mengada-adakan urusan yang memberatkan mereka). Paling lurus jalan hidupnya dan paling baik akhlaqnya. Suatu kaum yang dipilih oleh Allah swt untuk menolong NabiNya dan menegakkan diennya. Maka akuilah Fadlilah mereka. dan Ikutilah atsar-atsarnya karena sungguh mereka berada diatas Sirotul Mustaqim.
قال إبراهيم النخعي رحمه الله : وَكَفَى عَلَى قَوْمٍ وِزْرًا أَنْ تُخَالَفَ أَعْمَالَهُمْ أَعْمَالَ أَصْحَابَ نَبِيِّهِمْ ` .
Ibrahim an-Nakho’i berkata : Cukuplah menjadi kejahatan suatu kaum, jika mereka menyelisihi perbuatan para Sahabat radliallahu ‘anhum.
Keutamaan as-Salaf us Shalih radliyallahu ‘anhum.
as-Salafus Salih adalah generasi Islam terbaik seperti yang telah di sabdakan Rasulullah saw :
خيرالناس قرني ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم ثم يجيئ اقوام تسبق شهادة أحدهم يمينه ويمينه شها دته {البخاري و مسلم}
“Sebaik-baik adalah generasiku, kemudian generasi setelah mereka kemudian generasi setelah mereka, Kemudian datang suatu kaum yang kesaksiannya mendahului sumpahnya. Dan sumpahnya mendahului kesaksiannya”. (Bukhari-Muslim)
قال ابن قيّم الجوزية : إنّ الفتوى بالأثار السّلفية والفتاوى الصحابيّة أولي بالأخذ بها من أراء المتأخّرين وفتويهم، وإن قربها إلي الصّواب بحسب قرب أهلها من عصر الرسول صلوات الله وسلامه عليه وعلي أله، وإنّ فتاوى الصّحابة أولي أن يؤخذبها من فتاوى التابعين، وفتاوى التابعين أولي من فتاوى تابعى التابعين…
Ibnul Qoyyim berkata: Sesungguhnya fatwa dari atsar as-Salafus Salih dan fatwa-fatwa sahabat lebih utama untuk di ambil dari pada pendapat-pendapat dan fatwa-fatwa mutaakhirin ( orang belakang ). Karena dekatnya fatwa terhadap kebenaran sangat terkait dengan kedekatan pelakunya dengan masa Rasulullah Saw. maka fatwa-fatwa sahabat lebih didahulukan untuk di ambil dari fatwa-fatwa tabi’in dan fatwa-fatwa tabi’in lebih di dahulukan dari fatwa-fatwa tabiut-tabiin.
قال ابن رجب : فأفضل العلوم في تفسير القرآن ومعاني الحديث والكلام في الحلال والحرام ما كان مأثورا عن الصحابة والتابعين وتابعيهم وأن ينتهي إلي أئمة الإسلام المشهورين المقتدى بهم.
Ibnu Rajab berkata : Seutama-utama ilmu adalah dalam penafsiran al-Qur’an dan makna-makna hadits serta dalam pembahasan halal dan haram yang ma’tsur dari para sahabat, tabi’in dan tabiut-tabi’in yang berakhir pada Aimmah terkenal dan diikuti .
Manhaj Talaqqi as-Salaf as-Shalih
Masdar Talaqqi : Sumber pengambilan Ilmu adalah al-Qur’an, as-Sunnah dan Ijma’. Ibnu Taimiyah berkata : Dien kaum muslimin dibangun atas dasar: Mengikuti Kitabullah, Sunnah RasulNya dan Kesepakatan Ummat (Ijma’). Ini adalah tiga pokok/landasan yang maksum.
Beliau juga berkata : Ciri Ahlul Furqoh adalah menyelesihi al-Kitab, as-Sunnah dan Ijma’. Maka barang siapa yang berprinsip dengan al-Kitab, as-Sunnah dan Ijma’ adalah termasuk ahlus-Sunnah wal-Jama’ah.
Menafsirkan al-Qur’an dengan yang Ma’tsur. Yaitu ; Penafsiran yang berdasarkan manqul (pengambilan) shahih, dengan urut-urutan ; Tafsir al-Qur’an dengan al-Qur’an, al-Qur’an dengan as-Sunnah karena Sunnah sebagai penjelas dari Kitabullah lalu dengan riwayat dari para Sahabat, karena mereka adalah generasi yang paling tahu tentang Kitabullah. Lalu dengan perkataan kibarut- Tabi’in karena kebanyakan dari mereka mendapatkan tafsir tersebut dari Sahabat.
Hadits yang Sahih merupakan hujjah Syar’iyyah dalam beramal menurut Ijma’. Salaf tidak membedakan antara hadits mutawatir maupun ahad sebagai hujjah baik dalam masalah Aqidah atau Ahkam. . Mereka tidak mengotak-atik dengan ra’yu dalam memahami suatu hadits agar sesuai dengan seleranya.
Kedudukan Aqwal Sahabat. Amal dan qoul Sahabat adalah hujjah bagi para Tabi’in, juga menjadi hujjah bagi generasi sesudah tabi’in… Kecuali beberapa kelompok di antaranya ; Syiah al-Imamiyah, Khowarij dan Dhohiriyah… Ijma’ mereka merupakan hujjah menurut Ijma’ Ahlus-Sunnah. Sedangkan bila Sahabat berikhtilaf, maka para Tabi’in tidak keluar dari perkataan para sahabat.
Qiyas Sahih merupakan hujjah muktabar dalam masalah Ahkam. Ibnu Abdil Barr berkata : Tidak ada ikhtilaf dikalangan fuqoha’ dan seluruh Ahlis-Sunnah, ahlul-Fiqh dan ahlul-Hadits dalam menolak qiyas pada masalah tauhid, dan menerima dalam masalah Ahkam kecuali Dawud al-Asbahany (Dhohiriyah).
Nash yang Sahih tidak bertentangan dengan Akal sehat. Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah mendahulukan nash yang Sahih diatas Akal . Jika Nash dan Akal bertentangan, hanya ada dua kemungkinan. Nashnya yang tidak Sahih atau Akalnya yang rusak. Karena Nash yang Sahih tidak akan bertentangan dengan Akal yang sehat.
Tidak mewajibkan taqlid bagi setiap orang. Tidak mewajibkan ijtihad dan mengaharamkan taqlid bagi setiap orang, Juga tidak mewajibkan taqlid dan melarang ijtihad bagi setiap orang. Ijtihad diberlakukan bagi yang mampu, dan taqlid diberlakukan bagi yang tidak mampu.
Prinsip-prinsip Salaf :
1) Rukun Islam dan Iman. Salaf ber I’tiqod bahwa rukun Islam itu ada lima dan rukun Iman itu ada enam sesuai dengan nash qoth’y dan Ijma’ Ummat.
2) Mengitsbatkan Asma’ dan Sifat.
Sesungguhnya Ashabul hadits yang berpegang teguh kepada kitab dan sunnah menyaksikan keesaan Alloh. Mereka berma’rifah kepada-Nya melalui sifat-sifat-Nya yang Dia wahyukan atau yang disampaikan oleh Rosululloh shallallah ‘alaihi wa-sallam. Mereka mengitsbatkan seluruh sifat yang tersebut dalam al-qur-an dan hadits yang shohih seperti sifat pengdengaran, penglihatan, mata, wajah, ilmu, kekuatan, qudroh, ‘izzah, keagungan, murka, kehidupan, dan lain sebagainya dengan tidak menganggapnya serupa dengan sifat-sifat makhluq. Mereka berhenti pada dhohir yang difirmankan oleh Alloh ta’ala dan yang disabdakan oleh Rosululloh shallallah ‘alaihi wa-sallam. tanpa menambahkan, tidak menanyakan kaifiyahnya, tidak mentasybihkan, tidak menyelewengkan, tidak mengganti lafaldz yang dipahami oleh bangsa Arab dengan takwil yang mungkar.
3) Berkeyakinan bahwa al-Qur’an adalah Kalamullah.
Abu Ja’far at-Tohawy berkata : Bahwasananya al-Qur’an adalah Kalamullah, ia datang dariNya tanpa kaifiyah dalam (hal) bagaimana dikatakanNya, ia diturunkan kepada RasulNya sebagai wahyu. Orang-orang beriman membenarkannya dengan haq dan meyakininya bahwa ia adalah benar-benar kalamullah Ta’ala, bukan makhluk seperti perkataan manusia. Maka barang siapa yang mendengarkannya, lalu menganggap bahwa ia perkataan manusia, maka ia telah Kafir.
4) Iman itu mencakup perkataan dan perbuatan dan bahwa Iman itu bisa bertambah dan berkurang.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata : Dan termasuk prinsip Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah, bahwa dien dan Iman itu mencakup perkataan dan perbuatan: perkataan hati dan lisan, serta perbuatan hati, lisan dan anggota badan. Juga bahwa Iman itu bertambah dengan ketha’atan dan berkurang dengan kemaksiyatan.
Imam Bukhari berkata : Aku telah bertemu dengan lebih dari seribu Ulama’ diberbagai negeri, tidak aku dapatkan seorangpun dari mereka kecuali menyatakan bahwa iman itu mencakup perkataan dan perbuatan, bertambah dan berkurang.
5) Tidak ada yang Maksum kecuali Rasulullah shallallah ‘alaihi wa-sallam.
Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah menyatakan, tidak ada yang maksum dalam pandangan mereka selain Rasulullah shallallah ‘alaihi wa-sallam. Menurut mereka para Ulama’ tidaklah maksum. Akan tetapi semua orang diambil dan ditinggalkan perkataannya kecuali Rasulullah shallallah ‘alaihi wa-sallam.
6) Menghormati Sahabat :
Sikap Salaf terhadap perselisihan yang terjadi dikalangan Sahabat adalah diam dan mensucikan lisan mereka dari menyebut hal-hal yang bermuatan aib bagi mereka.
Dan bahwa masing-masing mereka adalah mujtahid. Jika benar mendapatkan dua pahala dan jika salah mendapatkan satu pahala.
Dan mereka mengasihi semuanya dan memberikan loyalitas pada mereka. (as-Salaf as-Shalih) menghormati dan mendo’akan istri-istri Nabi dan menyatakan bahwa mereka adalah Ummahatul Mukminin.
7) Prinsip dalam al-Wala’ wal-Bara’
Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah mendasarkan al-Wala’ dan al-Bara’ kepada al-Haq semata, yaitu kepada kitabullah dan sunnah Rasulullah shallallah ‘alaihi wa-sallam. Bukan atas dasar suku (etnis), daerah, madzhab, syaikh, atau kelompok tertentu. Mereka menilai pribadi, kelompok ataupun perkumpulan dengan berdasarkan asas ini.
Barang siapa beriman wajib diberikan wala’ secara penuh dari golongan manpun ia… . Dan orang kafir, wajib diterapkan permusuhan secara penuh, dari golongan manapun ia. Adapun orang yang dalam dirinya terdapat keimanan dan kefajiran diberikan Wala’ sebatas keimanannya dan diberikan permusuhan sebatas kefajirannya.
8) Amar Makruf Nahi Munkar.
Ahlus-Sunnah adalah ahlu Amar Makruf dan Nahi Munkar dengan tetap menjaga al-jama’ah. Ini adalah pilar utama dan kaedah yang agung yang menjadikan mereka khoiru Ummah yang dikeluarkan bagi manusia. Mereka menegakkan urusan ini sesuai dengan kaidah-kaidah syar’i. Disaat bersamaan mereka tidak keluar dari pokok dan kaidah besar lainnya. Yaitu tetap menjaga keutuhan Jama’ah, menyatukan hati, kesatuan kalimat dan menjauhi perpecahan dan ikhtilaf.
9) Ketaatan kepada Amir.
Wajib mendengar dan ta’at kepada para Imam dan Amirul Mukminin yang adil maupun yang fajir. Tidak keluar (khuruj) darinya selama tidak memerintahkan kemaksiyatan.
Telah terdapat dalam nash-nash al Kitab, as-Sunnah dan Ijma’ Salaful Ummah bahwa Waliyyul Amri, Imam Shalat, Hakim, Amir Pasukan, Amil Zakat, Mereka ditaati dalam masalah-masalah Ijtihady. Bukannya ia yang menta’ati pengikutnya dalam masalah ijtihad tersebut, akan tetapi merekalah yang menta’atinya, dengan meninggalkan pendapat-pendapat mereka demi pendapatnya (amir). Karena maslahat jama’ah dan persatuan, mafsadah firqoh dan ikhtilaf, adalah urusan yang lebih besar dari pada masalah parsial yang sepele.
10) Jihad dan shalat di belakang Imam fajir.
Salaf ber-i’tiqod bahwa jihad dan haji dibelakang Imam yang baik ataupun yang fajir terus berlangsung sampai hari Kiamat.
Dan telah menjadi prinsip Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah bahwa jihad tetap dilaksanakan bersama penguasa yang baik maupun yang fajir. Karena sesungguhnya Allah memperkokoh dien ini dengan seseorang yang fajir dan dengan kaum yang tidak berakhlak.
11) Memerangi Orang yang menolak Syari’at Islam.
Ibnu Taimiyah berkata : Telah menjadi ketetapan dalam Kitab dan Sunnah serta Ijma’ ummat bahwasannya siapa saja yang keluar dari Syare’at Islam wajib diperangi walaupun dia mengucapkan syahadat.
Beliau berkata: Dan wajib mendahului untuk memerangi mereka setelah sampai dakwah Nabi saw kepada mereka atas ketetapan ini. Sedang apabila mereka mendahului menyerang kaum muslimin, maka kewajiban memerangi mereka bertambah kuat.
12) Tidak menggampangkan takfir .
Berbeda dengan Murji’ah, Khowarij dan Mu’tazilah, salaf tidak mengatakan bahwa pelaku dosa besar adalah kafir, selama ia tidak menghalalkannya. Mereka juga tidak mengatakan bahwa perbuatan maksiat tidak membahayakan iman. Salaf juga berpendapat jika orang-orang yang berbuat dosa besar mati dalam keadaan beriman, mereka tidak kekal di neraka.
13) Tidak meninggalkan sholat di belakang ahlul Qiblah.
Ahlussunnah wal jama’ah tetap melaksanakan shalat dibelakang imam yang baik ataupun yang fajir dari kalangan Ahli kiblat. Demikian juga dengan menshalati janazahnya.
14) Sikap terhadap Ahlul Bid’ah.
Kewajiban Ahlus-Sunnah terhadap Ahlul Bid’ah adalah menjelaskan keadaan mereka, mengingatkan ummat akan bahayanya, menyiarkan Sunnah dan menerangkannya kepada kaum muslimin, kemudian mengenyahkan kebid’ahan serta mencegah kezhaliman dan permusuhan mereka (Ahlul-Bid’ah). Semua itu dimanifestasikan dengan tetap berpijak pada keadilan serta berdasarkan Kitab dan Sunnah.
Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah didalam mensikapi Ahlul Bid’ah yang menyembunyikan kebid’ahannya, tidaklah sama dengan sikap mereka terhadap Ahlul Bid’ah yang menyiarkan atau menyerukan kebid’ahannya. Seorang yang menyiarkan atau menyerukan kebid’ahan, bahayanya merembet kepada orang lain. Karena itu wajib di cegah, diingkari dan pelakunya diberi pelajaran (iqob) baik berupa isolasi atau yang lain sampai ia jera (meninggalkannya). Adapun yang menyembunyikan kebid’ahan maka diingatkan secara sembunyi-sembunyi dan dirahasiakan.
Semua sikap yang diambil oleh ahlus-Sunnah wal-Jama’ah ini tidaklah menghalangi mereka dari mendo’akan ahli Bid’ah agar mendapatkan hidayah, rahmat atau ampunan selama belum diketahui kemunafikan dan kekafiran bathin mereka.
15) Tawassuth dan I’tidal.
Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah adalah ahlu Tawassuth dan I’tidal. Diantara ifrath (terlalu berlebihan) dan tafrith (melalaikan), dan diantara sikap ghuluw (berlebihan) dan sikap Jufa` (melalaikan). Mereka berada ditengah (jika disejajarkan dengan) firqah-firqah Ummat. Sebagaimana Ummat berada ditengah (jika disejajarkan dengan) millah-millah yang lain.
(Dalam masalah sifat Allah) mereka berada diantara Ahlut-Ta’thil, Jahmiyah dan Ahlut-Tamtsil, Musyabbihah. (Dalam masalah Af’al Allah) mereka berada diantara Qodariyah dan Jabariyah. Demikian pula (dalam masalah ancaman Allah), mereka berada diantara Murji’ah dan Wa’idiyah , Qodariyah dan yang selain mereka. Adapun (dalam masalah Iman dan Dien), mereka berada diantara Haruriyah (khowarij) dan Mu’tazilah, dan diantara Murji’ah dan Jahmiyah. Adapun dalam (mensikapi para Sahabat Rasulullah shallallah ‘alaihi wa-sallam) mereka berada diantara Rafidlah dan Khawarij.
Penutup
Dari pemaparan di atas, tampak jelas bahwa manhaj as-Salaf as-Shalih adalah pegangan yang harus dijadikan oleh mereka yang berjuang atas nama Islam, sebagai bingkai yang melatarbelakangi, memotivasi dan mengarahkan semua derap langkah. Sehingga mencapai tujuan perjuangan yaitu li-i’laai kalimatillah.
Tiga generasi itu berada pada posisi puncak yang terjaga dari kesesatan. Generasi yang terpercaya dari segi ilmu, amal dan perjuangan. Mereka telah terbukti sebagai pembawa panji-panji Islam ke seluruh jagad raya tanpa pamrih. Pendeta-pendeta di malam hari dan singa-singa di siang hari. Berjuang tiada mengenal lelah. Prinsip mereka mentauhidkan Allah subhanahu wa ta’ala ; menyerahkan totalitas kehidupannya kepadaNya dan mengikuti jejak Rosulullah shollahu ‘alaihi wasallam dalam keadaan susah dan gembira. Mereka meyakini bahwa bangunan Islam harus berdiri, yang asasnya tauhid, tiangnya sholat dan puncaknya adalah jihad fi sabilillah. Mereka selain mengerjakan yang wajib, cinta kepada segala pintu kebaikan ; berpuasa sunnah, qiyamullail, bersedekah, membaca al Qur’an dengan tadabbur, banyak bedzikir dalam segala kondisi, menjaga hati dari segala hal yang dapat merusaknya, menjaga lisan dari ucapan-ucapan yang tidak bermanfaat, lebih senang menyalahkan diri sendiri daripada menyalahkan orang lain, sehingga banyak didapat ucapan mereka :
” يا ليتني شجرة تعضد… !”
“Alangkah baiknya kalau aku jadi sebuah pohon yang dipotong saja… !”
Mereka sibuk dengan berbagai kebajikan yang dapat mendekatkan diri mereka kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Mereka jauh dari hawa nafsu yang membelenggu, karena mereka meyakini :
المحبوس من حبس قلبه عن ربه تعالى والمأسور من أسره هواه.
Yang disebut sebagai orang yang terpenjara adalah orang yang hatinya terpenjara (sehingga tidak dapat berhubungan dengan) Robbnya ta’ala. Dan yang disebut sebagai orang yang tertawan adalah orang yang ditawan oleh hawa nafsunya.
Mereka jauh dari perbuatan bid’ah dan ahli bid’ah, selain jauh dari dosa dan maksiat. Lihatlah ucapan Abdullah bin al Mubarok rahimahullah :
رأيت الذنوب تميت القلوب و قد يورث الذلّ إدمانها
وترك الذنوب حياة القلوب وخير لنفسك عصيانها
وهل أفسد الدين إلاّ الملوك و أحبار السوء و رهبانها
Aku melihat dosa-dosa itu mematikan hati
Terus bergumul dengannya hanyalah mengakibatkan kehinaan
Dan meninggalkan dosa-dosa itu hidupnya hati
Untuk dirimu, yang terbaik adalah menjauhinya
Tak ada yang merusak dien, selain para raja (yang dholim)
Dan para pendeta serta rahib yang busuk (ulama ‘ su’)
Generasi as Salaf adalah generasi yang menjunjung persaudaraan dan persatuan umat Islam, ruhama’ antar mereka, dan tegas serta keras terhadap orang kafir. Mereka senantiasa berjihad fi sabilillah, karena ia perisai umat Islam dari kehinaan sekaligus pembawa kejayaaan Islam, itulah di antara ibadah mereka :
عليك بالجهاد فإنه رهبانية الإسلام
Hendaklah kamu berjihad, karena sesungguhnya Jihad Adalah kerahiban Islam.
Hati mereka terikat selalu dengan al-Qur’an, karena ia dapat meluluh-lantahkan kekerasan. Lihatlah satu contoh yang disampaikan oleh shohaby Jubair bin Muth’im radliyallahu ‘anhu :
عن جبير بن مطعم قال : سمعت ر
سول الله ص م يقرأ في المغرب بالطور فلما بلغ هذه الأية : { أَمْ خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ شَىْءٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُونَ {35} أَمْ خَلَقُوا السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ بَل لاَّيُوقِنُونَ {36} أَمْ عِندَهُمْ خَزَآئِنُ رَبِّكَ أَمْ هُمُ الْمُصَيْطِرُونَ {37} كاد قلبي أن يطير.
Aku mendengar Rasulullah saw membaca surat at-Thuur dalam shalat maghrib. Ketika sampai ayat “Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri (Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu; sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan( Ataukah di sisi mereka ada perbendaharaan Rabbmu atau merekakah yang berkuasa “? hampir- hampir hatiku terbang.
Ringkasan amalan para sahabat yang menjadi tolak ukur bagi kita adalah, sebagaimana yang dibawakan oleh Imam al Auza’y rahimahullah :
خمس كان عليه أصحاب النبي ` : لزوم الجماعة و اتباع السنة و عمارة المسجد وتلاوة القرآن وجهاد في سبيل الله.
Ada lima perkara yang dipegang erat oleh para sahabat Nabi shollahu ‘alaihi wasallam muhammad shollahu ‘alaihi wasallam : Konsisten terhadap al Jama’ah, mengikuti sunnah, memakmurkan masjid, membaca al Quran dn jihad fi sabilillah.
Kita perlu menginspeksi diri dan membangun perjuangan Islam kita di atas garis as-Salaf . Meskipun masa kita sekarang ini penuh kejahiliyahan, akan tetapi hal itu adalah tanggung jawab kita untuk merubahnya. Ingatlah nasehat Imam asy Syafi’y rahimahullah :
نعيب زماننا والعيب فينا وما لزماننا عيب سوانا
Kita ini mencela zaman kita, padahal aib itu ada pada diri kita,
Bahkan zaman kita ini tidak mempunyai aib selain kita.
Dan senantiasa kita camkan bahwa awal perjuangan kita adalah menundukkan diri kita agar sesuai dengan Islam, sebagaimana nasehat Ali bin Abi Tholib radliyallahu ‘anhu :
ميدانكم الأول أنفسكم فإن انتصرتم عليها كنتم على غيرها أقدر و إن خذلتم فيها كنتم على غيرها أعجز فجربوا معها الكفاح أولا.
Medan kamu yang pertama adalah diri kalian. Jika kamu telah berhasil menundukkannya, untuk menundukkan yang lain kamu akan lebih mampu. Begitu juga jika kamu gagal menundukkannya, kamu lebih lemah untuk menundukkan yan lain. Untuk itu cobalah bergelut dengan diri terlebih dulu.
Kita perlu mengembangkan ilmu dan amal serta menjauhkan diri dari perdebatan-perdebatan yang tidak bermanfaat, karena hal itu menyia-nyiakan waktu dan membuat hati semakin keras. Para as Salaf sepakat bahwa :
إذا أراد الله بعبد شرّا أغلق عنه باب العمل و فتح عليه باب الجدل
Jika Allah subhanahu wa ta’ala menghendaki kesengsaraan bagi seorang hamba, Ia akan menutup pintu amal baginya dan membukakan pintu jidal (debat) baginya.
Semoga kita semua diberikan oleh Allah subhanahu wa ta’ala petunjuk ke jalan yang lurus sampai akhir hayat dengan husnul khotimah, dan diberikan kemudahan untuk berjalan di atas garis Rosulullah shollahu ‘alaihi wasallam dan para ulama as-Salafus Shalih demi mencapai ridlo Allah subhanahu wa ta’ala semata
والله أعلم بالصواب

Rabu, 11 Januari 2012

Fatwa 8 Ulama yang Mengafirkan Syi'ah Rafidhah

Pertama: Imam Malik
Al-Khalal meriwayatkan dari Abu Bakar al Marwadzi, ia berkata: "Saya mendengar Abu Abdullah berkata, bahwa Imam Malik berkata:
الذي يشتم أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم ليس لهم اسم أو قال : نصيب في الإسلام
"Orang yang mencela shahabat-shahabat Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, maka ia tidak termasuk dalam golongan Islam." (As Sunnah, milik al-Khalal:  2/557)
Ibnu katsir berkata saat menafsirkan firman Allah Ta'ala:
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الإنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
" Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu Lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, Yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah Dia dan tegak Lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar."  
Beliau berkata: "Dari ayat ini, dalam satu riwayat dari Imam Malik –rahmat Allah terlimpah kepadanya-, beliau mengambil kesimpulan tentang kekafiran Rafidhah yang membenci para shahabat Radhiyallahu 'Anhum. Beliau berkata: "Karena mereka ini membenci para shahabat, dan barangsiapa membenci para shahabat, maka ia telah kafir berdasarkan ayat ini." Pendapat ini disepakati oleh segolongan ulama radhiyallahu 'anhum." (Tafsir Ibnu Katsir: 4/219)
Imam al-Qurthubi rahimahullah berkata:
لقد أحسن مالك في مقالته وأصاب في تأويله فمن نقص واحداً منهم أو طعن عليه في روايته فقد رد على الله رب العالمين وأبطل شرائع المسلمين
"Sungguh sangat bagus ucapan Imam Malik itu dan benar penafsirannya. Siapa pun yang menghina seorang dari mereka (sahabat Nabi) atau mencela periwayatannya, maka ia telah menentang Allah, Tuhan alam semesta dan membatalkan syari'at kaum Muslimin." (Tafsir al-Qurthubi: 16/297)
Kedua: Imam Ahmad
Banyak riwayat telah datang darinya dalam mengafirkan golongan Syi'ah Rafidhah. Di antaranya: Al-Khalal meriwayatkan dari Abu Bakar al Marwadzi, ia berkata: "Aku bertanya kepada Abu Abdillah tentang orang yang mencela Abu Bakar, Umar, dan 'Aisyah?" Beliau menjawab,
ما أراه على الإسلام 
"Aku tidak melihatnya di atas Islam."
Al-Khalal berkata lagi: Abdul Malik bin Abdul Hamid memberitakan kepadaku, ia berkata: Aku mendengar Abu Abdillah berkata:
من شتم أخاف عليه الكفر مثل الروافض
"Barang siapa mencela (sahabat Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam) maka aku khawatir ia menjadi kafir seperti halnya orang-orang Rafidhah." Kemudian beliau berkata:
من شتم أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم لا نأمن أن يكون قد مرق عن الدين
"Barangsiapa mencela Shahabat Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam maka kami khawatir ia telah keluar dari Islam (tanpa disadari)." (Al-Sunnah, Al-Khalal: 2/557-558)
Al-Khalal berkata: Abdullah bin Ahmad bin Hambal menyampaikan kepadaku, katanya: "Saya bertanya kepada ayahku perihal seseorang yang mencela salah seorang dari Shahabat Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Maka beliau menjawab:
ما أراه على الإسلام
"Aku tidak melihatnya di atas Islam"." (Al-Sunnah, Al-Khalal: 2/558. Bacalah: Manaakib al Imam Ahmad, oleh Ibnu Al-Jauzi, hal. 214)
Tersebut dalam kitab As Sunnah karya Imam Ahmad, mengenai pendapat beliau tentang golongan Rafidhah:
هم الذين يتبرأون من أصحاب محمد صلى الله عليه وسلم ويسبونهم وينتقصونهم ويكفرون الأئمة إلا أربعة : علي وعمار والمقداد وسلمان وليست الرافضة من الإسلام في شيء
"Mereka itu adalah golongan yang menjauhkan diri dari shahabat Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan mencelanya, menghinanya serta mengkafirkannya kecuali hanya empat orang saja yang tiada mereka kafirkan, yaitu: Ali, Ammar, Miqdad dan Salman. Golongan Rafidhah ini sama sekali bukan Islam." (Al-Sunnah, milik Imam Ahmad: 82)
Ibnu Abdil Qawiy berkata: "Adalah imam Ahmad mengafirkan orang yang berlepas diri dari mereka (yakni para sahabat) dan orang yang mencela 'Aisyah Ummul Mukminin serta menuduhnya dengan sesuatu yang Allah telah membebaskan darinya, seraya beliau membaca:
يَعِظُكُمَ اللَّهُ أَنْ تَعُودُوا لِمِثْلِهِ أَبَدًا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
"Allah menasehati kamu, agar kamu jangan mengulang hal seperti itu untuk selama-lamanya, jika kamu benar-benar beriman." (QS. Al-Nuur: 17. Dinukil dari Kitab Maa Dhahaba Ilaihi al-Imam Ahmad: 21)
Ketiga: Imam Al Bukhari (wafat tahun 256 H)
Beliau berkata:
ما أبالي صليت خلف الجهمي والرافضي ، أم صليت خلف اليهود والنصارى ولا يسلم عليهم ولا يعادون ولا يناكحون ولا يشهدون ولا تؤكل ذبائحهم
"Bagi saya sama saja, apakah aku shalat di belakang seorang Jahmi (beraliran Jahmiyah) atau seorang Rafidzi (b eraliran Syi'ah Rafidhah), atau aku shalat dibelakang Imam Yahudi atau Nashrani. Dan (seorang muslim) tidak boleh memberi salam kepada mereka, mengunjungi mereka ketika sakit, kawin dengan mereka, menjadikan mereka sebagai saksi dan memakan sembelihan mereka." (Khalqu Af'al al-Ibad: 125)
Keempat: Abdurrahman bin Mahdi
Imam al-Bukhari berkata: Abdurrahman bin Mahdi berkata: "Keduanya adalah agama tersendiri, yakni Jahmiyah dan Rafidhah (Syi'ah)." (Khalqu Af'al al-Ibad: 125)
Kelima: Al-Faryabi
Al-Khalal meriwayatkan, ia berkata: "Telah menceritakan kepadaku Harb bin Ismail al- Kirmani, ia berkata: "Musa bin Harun bin Zayyad menceritakan kepada kami, ia berkata: "Saya mendengar al-Faryabi dan seseorang yang bertanya kepadanya tentang orang yang mencela Abu Bakar. Jawabnya: "Dia Kafir." Lalu ia berkata: "Apakah orang semacam itu boleh dishalatkan jenazahnya?" Jawabnya: "Tidak." Dan aku bertanya pula kepadanya: "Apa yang dilakukan terhadapnya, padahal orang itu juga telah mengucapkan Laa Ilaaha Illallah?" Jawabnya: "Jangan kamu sentuh (Jenazahnya) dengan tangan kamu, tetapi kamu angkat dengan kayu sampai kamu menurunkan ke liang lahatnya." (al-Sunnah, milik al-Khalal: 2/566)
Keenam: Ahmad bin Yunus
Kunyahnya adalah Ibnu Abdillah. Ia dinisbatan kepada datuknya, yaitu salah seorang Imam (tokoh) As-Sunnah. Beliau termasuk penduduk Kufah, tempat tumbuhnya golongan Rafidhah. Beliau menceritakan perihal Rafidhah dengan berbagai macam alirannya. Ahmad bin Hambal telah berkata kepada seseorang: "Pergilah anda kepada Ahmad bin Yunus, karena dialah seorang Syeikhul Islam." Para ahli Kutubus Sittah telah meriwayatkan Hadits dari beliau. Abu Hatim berkata: "Beliau adalah orang kepercayaan lagi kuat hafalannya". Al-Nasaai berkata: "Dia adalah orang kepercayaan." Ibnu Sa'ad berkata: "Dia adalah seorang kepercayaan lagi jujur, seorang Ahli Sunnah wal Jama'ah." Ibnu Hajar menjelaskan, bahwa Ibnu Yunus telah berkata: "Saya pernah datang kepada Hammad bin Zaid, saya minta kepada beliau supaya mendiktekan kepadaku sesuatu hal tentang kelebihan Utsman. Jawabnya: "Anda ini siapa?" Saya jawab: "Seseorang dari negeri Kufah." Lalu ia berkata: "Seorang Kufah menanyakan tentang kelebihan-kelebihan Utsman. Demi Allah, aku tidak akan menyampaikannya kepada Anda, kalau Anda tidak mau duduk sedangkan aku tetap berdiri!" Beliau wafat tahun 227 H. (Tahdzibut Tahdzib, 1:50, Taqribut Tahdzib, 1:29).
Beliau (Ahmad bin Yunus) rahimahullah berkata,
لو أن يهودياً ذبح شاة ، وذبح رافضي لأكلت ذبيحة اليهودي ، ولم آكل ذبيحة الرافضي لأنه مرتد عن الإسلام
"Seandainya saja seorang Yahudi menyembelih seekor kambing dan seorang Rafidhi (Syi'i) juga menyembelih seekor kambing, niscaya saya hanya memakan sembelihan si Yahudi, dan aku tidak mau makan sembelihan si Rafidhi. Karena dia telah murtad dari Islam." (Al-Sharim al-Maslul, Ibnu Taimiyah: 57)
Ketujuh: Al-Qadhi Abu Ya'la
Beliau berkata, "Adapun Rafidhah, maka hukum terhadap mereka . . . sesungguhnya mengafirkan para sahabat atau menganggapnya fasik, yang berarti mesti masuk neraka, maka orang semacam ini adalah kafir." (Al Mu'tamad, hal. 267)
. . sesungguhnya mengafirkan para sahabat atau menganggapnya fasik, yang berarti mesti masuk neraka, maka orang semacam ini adalah kafir. . .
Sementara Rafidhah (Syi'ah) sebagaimana terbukti di dalam pokok-pokok ajaran mereka adalah orang-orang yang mengkafirkan sebagian besar Shahabat Nabi. Silahkan baca kembali tulisan yang telah kami posthing:
Kitab Syi'ah Melaknat dan Mengafirkan Abu Bakar, Umar dan 'Aisyah
Kedelapan: Ibnu Hazam al-Zahiri
Beliau berkata: "Pendapat mereka (Yakni Nashrani) yang menuduh bahwa golongan Rafidhah (Syi'ah) merubah Al-Qur'an, maka sesungguhnya golongan Syi'ah Rafidhah bukan termasuk bagian kaum muslimin. Karena golongan ini muncul pertama kalinya setelah dua puluh lima tahun dari wafatnya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Syi'ah Rafidhah adalah golongan yang mengikuti langkah-langkah Yahudi dan Nashrani dalam melakukan kebohongan dan kekafiran." (Al-fahl fi al-Milal wa al-Nihal: 2/213)
Beliau berkata: "Salah satu pendapat golongan Syi'ah Imamiyah, baik yang dahulu maupun sekarang ialah Al-Qur'an itu sesungguhnya telah diubah."
Kemudian beliau berkata: "Orang yang berpendapat, bahwa Al Qur'an ini telah diubah adalah benar-benar kafir dan men-dustakan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam.(Al Fashl: 5/40)
Beliau berkata: "Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan semua kelompok umat Islam Ahlus Sunnah, Mu'tazilah, Murji'ah, Zaidiyah, bahwa adalah wajib berpegang kepada Al Qur'an yang biasa kita baca ini " Dan hanya golongan Syi'ah ekstrim sajalah yang menyalahi sikap ini. Dengan sikapnya itu mereka menjadi kafir lagi musyrik, menurut pendapat semua penganut Islam. Dan pendapat kita sama sekali tidak sama dengan mereka (Syi'ah). Pendapat kita hanyalah sejalan dengan sesama pemeluk agama kita." (Al Ihkam Fii Ushuuli Ahkaam: 1/96)
Beliau berkata pula: "Ketahuilah, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidak pernah menyembunyikan satu kata pun atau satu huruf pun dari syariat Ilahi. Saya tidak melihat adanya keistimewaan pada manusia tertentu, baik anak perempuannya atau keponakan laki-lakinya atau istrinya atau shahabatnya, untuk mengetahui sesuatu syariat yang disembunyikan oleh Nabi terhadap bangsa kulit putih, atau bangsa kulit hitam atau penggembala kambing. Tidak ada sesuatu pun rahasia, perlambang ataupun kata sandi di luar apa yang telah disampaikan oleh Rasulullah kepada umat manusia. Sekiranya Nabi menyembunyikan sesuatu yang harus disampaikan kepada manusia, berarti beliau tidak menjalankan tugasnya. Barang siapa beranggapan semacam ini, berarti ia kafir. (Al Fashl, 2:274-275)
Orang yang berkeyakinan semacam ini dikafirkan oleh Ibnu Hazm. Dan keyakinan semacam ini dipegang oleh Syi'ah Itsna Asy'ariyah. Pendapat ini dikuatkan oleh guru-guru beliau pada masanya dan para ulama sebelumnya.
Penutup
Dan Masih banyak lagi perkataan-perkataan para ulama yang sangat tegas terhadap Syi'ah Rafidhah yang memiliki keyakinan berbeda dari aqidah kaum muslimin dan menyimpang dari ketentuan Al-Qur'an dan Sunnah Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Rasanya tidak ada habisnya menjelaskan keyakinan batil golongan syi'ah, baik dari ulama terdahulu maupun belakangan. Namun sayang kenapa banyak manusia bisa disesatkan dan tertarik kepada ajaran yang sangat jelas kebatilannya. Semoga Allah melindungi kita dan kaum mukminin secara keseluruhan dari jerat dan tipu daya golongan Syi'ah Rafidhah. [PurWD/voa-islam.com]