DEFINISI
Secara bahasa: raba-yarubu artinya bertamabah dan berkembang. rabiya-yarbi artinya: membentuk.
Secara istilah:
Nuhammad Yunus dan Qasim Bakr berkata: Tarbiyah yaitu memberikan suatu
pengaruh dari seluruh kebutuhan yang diperlukan yang telah dipilih untuk
membantu anak agar membentuk jasmani, akal dan akhlak dengan betingkat
dan berterusan sampai memenuhi suatu target kesempurnaan yang dimampui
agar dia dapat hidup bahagia di kehidupan individualnya serta social dan
jadilah amal anak itu bermanfaat bagi masyarakat. (At-Tarbiyah wa
Ta’lim karya Muhammad Yunus dan Qasim Bakar)
Menurut Syeikh Nasiruddin Al-Bani menyimpulkan definisi yang
diberikan oleh Imam Baidhawi dan Al-Asfahani, bahwa tarbiyah mengandung
pengertian-pengertian sebagai berikut:
1. Menjaga dan memelihara fitrah manusia .
2. Pengembangan dan persiapan lengkap untuk memelihara fitrah
3. Mengarahkan fitrah tersebut untuk mengaplikasikan amalan dalam rangka menegakkan khilafah islamiyah.
4. Semunya itu dilakukan dengan bertingkat, level demi level, jenjang
demi jenjang (Minhaj Tadris Ulum Syariyah dinukil dalam Risalah Tarbiyah
wat Ta’lim karya Abu Hamidah Al-Harbi)
Dr. A. Madkur menjelaskan bahwa pengertian tarbiyah mengandung beberapa unsur, yaitu:
1. Ialah suatu aktifitas terencana dan terprogram bertujuan untuk
membumikan Islam berserta tujuan-tujuannya di tengah-tengah masyarakat.
2. Secara itlaq, murabbi al-haq adalah Allah Sang Pencipta, Pencipta
fitrah dan penentu yang telah menggariskan peraturan dan
perundang-undaangan serta syareat agar manusia hidup sejahtera.
3. Tarbiyah merupakan pembentukan iman kepada Allah.
4. Tarbiyah merupakan usaha yang terus menerus dan pemupukan yang
konsisten. (Risalah Tarbiyah wat Ta’lim karya Abu Hamidah Al-Harbi)
Syeikh Umar Muhammad Abu Umar berkata mengenai definisi tarbiyah:
“Ialah aplikasi perintah-perintah Allah”. (Al-Jihad wal Ijtihad
Ta’amulat fil Manhaj 82). “Maknanya seluruh muslim adalah orang yang
tertarbiyah dan mendapatkan tazkiyah dengan mengamalkan
perintah-perintah Allah ta’ala. Dengan kata lain barang siapa yang ingin
mentarbiyah dirinya maka dia harus mengaplikasikan perintah-perintah
Allah. Sudah dimaklumi, bahwa setiap amalan ibadah masing-masing
mengandung atsar (efek) khusus. Atsar shalat berbeda dengan siyam
sebagaimana siyam juga memiliki atsar tarbiyah yang berbeda dengan
shalat, serta zakat memiliki efek khusus yang berlainan dengan shalat
dan siyam”. (Al-Jihad wal Ijtihad Ta’amulat fil Manhaj 82)
FUNGSI TARBIYAH
Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu
dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan
selalu mengerjakan apa yang diperintahkan” (66:6).
Mufasir Qotadah berkata: “Perintah bagi mukminin untuk menyuruh
keluarganya agar mentaati Allah dan melarang dari bermaksiat pada-Nya
juga menegakkan hukum diantara mereka dengan apa yang telah
diperintahkan Allah serta mendorongnya untuk mematuhinya. Jika kamu
melihat mereka melakukan maksiat maka kamu tegur dan luruskan dia”.
(I’dadul Qodat Fawaris Bi Hijri Fasadil Madaris 6)
Syeaikh Abu Muhammad Al-Maqdisi berkata: “Allah menerangkan pada
hambanya bahwa kerugian yang besar bukan kerugian Bani Adam dalam dunia
mereka seperti perdagangan, uang atau harta benda…..Namun kerugian yang
hakiki dan nyata yaitu kerugian diri dan keluarga dari memurnikan
hak-hak Allah yang tidak di terapkan pada anak-anak, meliputi hak
ketaatan, tauhid, istiqomah pada syareat-Nya, pengajaran agama, tarbiyah
keluarga dan pembinaan adab Islam. Allah berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang merugi ialah orang-orang yang
kehilangan diri mereka sendiri dan (kehilangan) keluarga mereka pada
hari kiamat. Ingatlah, sesungguhnya orang-orang yang lalim itu berada
dalam azab yang kekal. Dan mereka sekali-kali tidak mempunyai
pelindung-pelindung yang dapat menolong mereka selain Allah. Dan siapa
yang disesatkan Allah maka tidaklah ada baginya sesuatu jalan pun (untuk
mendapat petunjuk). Patuhilah seruan Tuhanmu sebelum datang dari Allah
suatu hari yang tidak dapat ditolak kedatangannya. Kamu tidak memperoleh
tempat berlindung pada hari itu dan tidak (pula) dapat mengingkari
(dosa-dosamu)”. (asy-Syura 45-47)
“Katakanlah: Sesungguhnya orang-orang yang rugi ialah orang-orang
yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada hari kiamat.
Ingatlah yang demikian itu adalah kerugian yang nyata. Bagi mereka
lapisan-lapisan dari api di atas mereka dan di bawah mereka pun
lapisan-lapisan (dari api). Demikianlah Allah mempertakuti hambahambaNya
dengan azab itu. Maka bertakwalah kepadaKu hai hambahambaKu.” (Az-Zumar
15-16) . (I’dadul Qodat Fawaris Bi Hijri Fasadil Madaris 6)
Ada dua hal yang dapat diambil dari keterangan diatas bahwa fungsi
tarbiyah merupakan upaya untuk menyelamatkan umat dari fitnatusyubhat
dan fitnatusyahwat mengembalikan umat kepada pemurnian tauhid.
Pelaksanaan tarbiyah yang baik membuahkan suatu kebahagian di dunia dan
diakerat, Syeikh Abu Muhammad Al-Maqdisi berkata:
“Orang mukmin yang memenuhi dunia mereka dengan ketaatan dan
pencapaian ridha Allah baik mereka menyuruh pada diri mereka sendiri dan
menggalakkannya pada keturunannya dengan suatu tarbiyah shalihah serta
berkonsisten dengan kalimat taqwa, maka hasil dari seua ini adalah
manfaat di kehidupan dunia dan kehidupan setelah kematiannya. Mereka
akan berkumpul di hari kiamat dalam jannah yang penuh kenikmatan, mereka
tidak bersedih dan tidak takut. Allah berfirman:
“Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti
mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka,
dan Kami tiada mengurangi sedikit pun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap
manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya. [52.22] Dan Kami beri
mereka tambahan dengan buahbuahan dan daging dari segala jenis yang
mereka ingini. [52.23] Di dalam surga mereka saling memperebutkan piala
(gelas) yang isinya tidak (menimbulkan) katakata yang tidak berfaedah
dan tiada pula perbuatan dosa. [52.24] Dan berkeliling di sekitar mereka
anak-anak muda untuk (melayani) mereka, seakan-akan mereka itu mutiara
yang tersimpan.
[52.25] Dan sebahagian mereka menghadap kepada sebahagian yang lain
saling Tanya menanya. [52.26] Mereka berkata: “Sesungguhnya kami dahulu,
sewaktu berada di tengah-tengah keluarga kami merasa takut (akan
diazab)”. [52.27] Maka Allah memberikan karunia kepada kami dan
memelihara kami dari azab neraka. [52.28] Sesungguhnya kami dahulu
menyembahNya. Sesungguhnya Dialah yang melimpahkan kebaikan lagi Maha
Penyayang.”. (At-thur 21-28)
TUJUAN TARBIYAH
Allah berfirman: “Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah
berikan kepadanya Al Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada
manusia: “Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah
Allah.” Akan tetapi (dia berkata): “Hendaklah kamu menjadi orang-orang
rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu
tetap mempelajarinya” (Ali-Imran: 79).
Imam Ibnu Katsir berkata: Tidak patut bagi seseorang yang telah Allah
berikan padanya Al-Kitab, hikmah dan nubuwah menyeru pada manusia
sembahlah aku dan sembahlah Allah. (Tafsir Ibnu Katsir)
Dalam tafsir Muyasar : Tetapi katakanlah: jadilah kamu semua ahli
hikmah, fuqoha, ulama atas apa yang kamu pelajari dari orang-orang
sekitarmu mengenai wahyu Allah.
Syeikh Abu Mahmudah Al-Harbi menyatakan bahwa tujuan tarbiyah adalah
untuk mewujudkan dan mencetak jeilu rabbani (generasi rabbani) yang
mampu menegakkan daulah islamiyah dalam rangka merealisasikan
peribadatan hanya kepada Allah dan mengeluarkan manusia dari peribadatan
antar hamba kepada hamba secara fardi (individu) maupun jama’I
(masyarakat). (Risalah Tarbiyah wat Ta’lim 4)
Makna rabbani menurut Ibnu abbas, Abu Razin dan ulama lain yaitu: ahli hikmah, ulama orang-orang yang santun (hulama)
Sedang menurut riwayat dari Ibnu Abbas Said bin Jubair, Qotadah,
Atho’ Al-Khursani, Uthiyah Al-Aufi, Rabi’ bin Anas dan riwayat dari
Hasan yaitu: Ahli ibadah dan ahli taqwa. (Tafsir Ibnu Katsir)
Muhsin Al-Muhsi berkata: yaitu ulama fakih dalam dien yang mengajarkan.
Tidaklah pantas orang yang mendapat gelar rabbani yaitu para ulama
fakih, ahli ibadah, ahli hikmah, ahli taqwa kecuali dua golongan saja
yaitu mujahid dan mujtahid. Dalam muqadimah Kitab Al-Jihad wal Ijtihad
Ta’amulat fil Manhaj mengomentari tafsiran para mufasirin atas ayat:
“Tidak sepatutnya bagi orang-orang mukmin itu pergi semuanya (ke medan
perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka
beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan
untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali
kepadanya, supaya mereka tu dapat menjaga dirinya”. (9:122)
dikatakan: Dalam ayat ini, Allah telah menjadikan manusia menjadi dua
golonga; yaitu mujahid dan mujtahid dan tidak ada kebaikan yang tersisa
setelahnya. Seorang mujahid adalah mujtahid dan seorang mujtahid adalah
mujahid. Karena jihad dan ijtidah merupakan dua pecahan kata dalam
bahasa arab, baik dari kata jahdu (fathu jim) yang artinya lelah dan
berat atau dari kata juhdu (dhomu jim) yang artinya usaha dan kemampuan.
Mengapa hanya jihad dan ijtihad? Karena keduanya adalah satu-satunya
sarana untuk menegakkan dan memurnikan tauhid di muka bumi. Ust. Sayyid
Qutb berkata: “Ketahuilah! Sesungguhnya tujuan dari jihad dan ijtihad
ialah: “Mengajak manusia untuk hanya menyembah Allah sebagai
satu-satunya sesembahan dan mengeluarkan mereka dari peribadatan sesama
hamba serta membersihkan seluruh thagut dari jengkal tanah dan
mendongkel dunia dari kerusakan”. (Hadza Dien, Sayyid Qutb 15)
Syeikh Umar Muhammad Abu Umar berkata: “Sesungguhnya ma’rakah (medan
tempur) jama’ah yang diberi petunjuk (jama’ah muhtadiyah), ialah
ma’rakah tauhid vs kufur, iman vs syirik, bukan ma’rakah versus
perekonomian, politik, sosial. Juga bukan ma’rakah versus antara
Hambali, Hanafi, Syafi’i atau Maliki, madzhab antar madzhab, fatwa atas
fatwa”. (Al-Jihad wal Ijtihad Ta’amulat fil Manhaj 10)
ASPEK-ASPEK TARBIYAH
Jama’ah yang bersungguh-sungguh dalam iqamatuddin sangat
memperhatikan dan mencanangkan dengan serius aspek-aspek tarbiyah
pengkaderan. Karenanya jama’ah tersebut haruslah memiliki cici-ciri
sebagi berikut seperti dikatakan oleh Syeikh Umar Muhammad Umar:
1. Jama’ah muhtadiyah merupakan jama’ah yang menggirng umat menuju
pengaplikasian ubudiayah hanya kepada Allah semata dengan cara
mengkuasakan dien di atas bumi dalam suatu pengaturan pemerintahan
negara.
2. Sebab itu jama’ah muhtadiyah ini paham betul bahwa pengaplikasian
ubudiyah secara sempurna tidak mungkin dilaksanakan kecuali dengan
kemenangan (al-fath) dan tidak ada suatu kemenangan yang nyata kecuali
dengan peperangan.
3. Peperangan tidak mungkin terjadi bila jama’ah muhtadiyah tidak
menggelorakan semangat mati syahid dalam qolbu ummat. (Jihad wal Ijtihad
11)
Pembinaan generasi rabbani hendaklah memenuhi seluruh aspek yang
telah Rasulullah saw praktekkan pada para sahabat sebgai generasi
rabbani terbaik. Tidak menyeluruhnya aspek-aspek tarbiyah yang
ditanamkan pada umat membuahkan hasil yang kurang bisa diharapkan untuk
iqomatuddin. Syeikh Khalid Ahmad Basyantut dalam Tarbiyah Al-Askariyah
Al-Islamiyah memerinci aspek-aspek tarbiyah islamiyah dengan enam aspek,
yaitu:
1. Tarbiyah ruhiyah: mengangkat umat dari ketergantunga dan kecintaannnya pada dunia.
2. Tarbiyah fikriyah: Mencetak umat agar memahami kedudukan jihad dalam
Islam sebagaimana mereka menegatahui siapa musuh-musuh mereka.
3. Tarbiyah nafisyah: Mencetak umat yang berani berkorban dalam jihad baik jihad harta maupun nyawa fisabilillah.
4. Tarbiyah badaniyah: Mencetak tubuh yang kuat dan kokoh agar mampu menopang beratnya medan peperangan.
5. Tarbiyah ijtimaiyah: Mencetak pribadi-pribadi yang saling bergotong
royong, syuro dan menyatu dengan para ikhwan sehingga sifat
individualisme akan terkikis.
6. Tarbiyah siyasiyah: Mencetak umat agar mampu mengatur dan
mengendalikan suatu organisasi dalam skala kecil maupun besar berdasar
asas Islam.
CAKUPAN BIDANG ILMU DALAM TARBIYAH
Manusia Rabbani tidak mungkin terbentuk kecuali dalam jihad atau ijtihad
seperti telah dijelaskan di atas. Definisi Jihad menurut kesepakatan
ulama madzhab empat adalah qital (perang). Artinya syareat ini
membutuhkan suatu bidang ilmu yang disebut fanul harbiyah (Ilmu seni
perang). Sedangkan ijtihad merupakan suatu kedudukan seseorang dari
hasil jerih payahnya dia menuntu ilmu syar’i sehingga menaikkan
derajatnya menjadi seorang fuqoha. Wal hasil, Ilmu syar’i diniyah dan
ilmu harbi askariyah merupakan cakupan bidang ilmu dalam tarbiyah
islamiyah. Allah berfirman:
“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa
bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab
dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan
Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan
berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu)
dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama) Nya dan
rasul-rasulNya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha
Kuat lagi Maha Perkasa”. (Al-hadid: 25)
Artinya: “Sunguh Kami telah utus para rasul Kami dengan hujah yang
nyata dan Kami turunkan bersama mereka Al-Kitab yang berisi hukum-hukum
serta syareat dan Kami turunkan mizan agar menagtur manusia dengan adil.
Dan Kami turunkan bagi mereka besi, padanya terdapat kekuatan yang
hebat serta manfaat yang manyak supaya allah menegtahui siapa saja yang
menolong dien-Nya dan rasul-Nya pdahal Allah tidak dilihatnya”. (Tafsir
Meisir)
Jabir bin Abdullah ra mengangkat pedang dengan tangannya dan Muashaf
di tangan lainnya sambil berkata: “Rasulullah saw memerintah kami untuk
memotong dengan ini dan menegakkan keadilan dengan ini”.
Ibnu Katsir berkata: Allah berfirman “Sesungguhnya Kami telah
mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata” yaitu:
mukjizat, hujah-hujah yang terang, dalil-dalil nyata. “dan telah Kami
turunkan bersama mereka Al Kitab”, yaitu: nukilan yang benar. “dan
mizan” yaitu: keadilan.” Kemudian beliau berkata “Dan Kami ciptakan besi
yang padanya terdapat kekuatan yang hebat”, yaitu: Kami jadikan besi
sebagai tameng bagi siapa saja yang ngeyel pada kebenaran dan menentang
setelah dijelaskan hujah. (Tafsir ibnu Katsir)
“Maksud daripada diutusnya para rasul dan diturunkannya kitab adalah
untuk menegakkan manusia dengan adil dalam melaksanakan hak-hak Allah
dan hak-hak hamba”. (Majmu Fatawa 28/263)
Syeikh Ali Ahmad Madkur berkata: “Ibnu Taimiyah menjelaskan
keterkaitan antara ilmu syareah dan ilmu harbiyah (kemiliteran) dengan
perkataannya: Agama Islam berdiri tegak dengan pedang yang mengikuti
Kitab. Jika ilmu tentang Kitab dan sunnah tersebar dengan pedang
disisinya menjaga, maka agama islam akan berjaya. Namun bila ilmu
tentang Kitab dan sunnah mengalami peremehan sedang pedang kadang kala
berjalan seiring Kitab dan sunnah dan terkadang menyelisihinya, maka
dienullah akan terombang-ambing sesuai kondisi perjalan Kitab sunnah dan
pedang tersebut”. (Perkataan Ibnu Taimiyah ini terdapat di majmu Fatawa
20/393)
Ibnu Taimiyah juga berkata: “Sesungguhnya setiap amal harus disertai
petunjuk dan setiap amal harus dijaga oleh kekuatan”. (Majmu’Fatawa
8/53)
“Dien akan kokok tegak dengan Kitab yang memberi petunjuk dan pedang
yang menolong, ‘Dan cukuplah Rabb mu sebagai petunjuk dan penolong’
(Firman Allah). Majmu Fatawa 20/393)
“Kadilan kitab bisa dilaksankan dengan kekuatan besi, karena itu dien akan tegak kuat dengan mushaf dan pedang”. (Fatawa 28/264)
Ibnul Qoyyim berkata: “Allaah mengutus Muhammad saw menjelang hari
kiamat dengan kitab yang memberi petunjuk dan pedang sebagai penolong
sampai Allah sebagai satu-satunya yang disembah dan dijadikan rizkinya
dibawah ayunan tombak”.
Beliau juga berkata: “Sesunggunya Allah swt menurunkan agama Islam
dengan hujah, burhan dan pedang. Keduanya saling bertautan dalam
memenangkan dien tidak bisa dilepaskan”. (Al-Furusiah 4)
PELAKSANAAN TARBIYAH
Para pakar tarbiyah telah memikirkan dan melakukan berbagai
percobaan, analisa berbagai macam teknik tarbiyah yang baik. Begitu pula
harakah-harakah islamiyah telah mencoba mempraktekkan bentuk-bentuk
tarbiyah untuk mencetak umat agar mampu mengangkat kezdaliman yang
menimpa islam wal muslimun. Namun sejauh ini ternyata tidak banyak
harakah-harakah yang sukses dalam pelaksanaan tarbiyah mereka. Salah
satu contoh; Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar
(tentunya memiliki anggota hrakah terbesar juga) belum mampu hingga saat
ini mengembalikan izzah muslimin. Bahkan semakin hari harakah-harakah
tersebut semakin kehilangan arah dan kendali dari asas yang telah
dicanangkan semula. Adapun harakah yang terlihat kemajuan dan besar
dengan aksi-aksi show of powernya ternyata hanyalah kekuatan buih,
bertubuh gempal namun rapuh dalamnya. Ditinggalkan anggotanya bila mana
para tentara murtadin mencabik-cabiknya. Adakah yang salah dalam
tarbiyah ini? Padahal halaqoh-halaoqh tersebar disetiap sudut jalan
karena masjid sudah tidak mampu lagi menampung mereka, seminar dan
konggres bersifat nasional maupun internasional tak sepi digelar. Lalu
manakah kesalahan tersebut?
Syeikh Al-Mujahid Abdullah azzam berkata: “Tarbiyah tidak bisa
diperoleh melalui lembaran-lembaran kitab, dan tidak pula dibagi-bagikan
lewat brosur-brosur. Mereka yang mengambil sesuatu dari balik kitab dan
membaca dalam majalah-majalah, hanyalah mendapatkan tsaqafah bukan
tarbiyah. Sungguh beda, dan jauh amat berbeda antara tsaqafah dan
tarbiyah. Makanya anda dapati perbedaaan yang sangat jauh antara pemuda
yang terdidik melalui lembaran-lembaran buku. Saya tidak mengatakan
‘terbina melalui lembaran-lembaran kitab’”. (Tarbiyah Jihadiyah terbitan
Al-Alaq 6/131)
Beliau berkata juga: “Orang yang belajar tanpa murabbi, ibarat batu
yang menyebal dalam bangunan kaum muslimin yang tersusun rapi. Setiap
orang yang mendapatkan ilmunya dari kitab-kitab, tanpa memperoleh
pertolongan, pengawasan dan pengarahan orang-orang yang memang telah
mendahuluinya di atas jalan tersebut, pasti akan menimbulkan masalah
dalam masyarakat yang teratur baik”. (ibid 6/21)
Ustadz Sayyid Quthb berkata: “Sesungguhnya fiqih agama ini tidak
mungkin dapat dipahami kecuali di bumi harakah dan tidak bisa dipakai
pendapat orang yang membicarakan hal ini namun lalai dari harakah.
Orang-orang yang menulis karya-karya mereka di zaman ini agar disebut
sebagai karya ahkam fiqhiyah, sesungguhnya mereka telah memperbarui
fikih islam sedang mereka jauh dari harakah yang bertujuan untuk
memerdekakan hamba dari peribadatan pada hamba, mengembalikan mereka
pada peribadatan kepda Allah saja dengan menerapkan syareat Allah dan
melengserkan syareat thagut….Mereka adalah orang-orang yang tidak
memahami karakter agama ini”. (Dzilal 1753).
Syeikh Abdullah Azzam berkata: Tarbiyah tidak dapat diperoleh melalui
buku-buku. Tarbiyah harus dari qiyadah sedangkan qiyadah harus bersifat
maidaniyah (lapangan). (TJ 6/133)
Beliau berkata: “Karena qiyadah dan muallim tidak memberikan
pelajaran adab melalui pengetahuan dan fikrahnya saja, tapi dia membina
melalui amal perbuatannya, sebagai suri tauladan yang baik bagi
orang-orang yang ada di sekelilingnya. Dia membina anak-anak asuhannya
melalui tingkah lakunya yang baik, melalui budi perkertinya dan
iltizamnya terhadap Islam. Melalui zuhud dan keberaniannya”. (ibid
6/131)
Ibnu Mubarak berkata: “20 tahun kuhabiskan untuk menuntut ilmu dan 30
tahun untuk menuntut adab”. Olah karena adab tidak diperoleh melalui
kitab, adab hanya didapat melalui akhlak para alim ulama. (Ibid 6/132)
Syeikh Azzam berkata: “Mereka yang terbina di tangan para ulama atau
para dai yang benar dan muklis, adalah gudang simpanan fikrah. Mereka
adalah harta simpanan aqidah yang mereka perjuangkan. Mereka adalah
pengemban bendera Islam sejati.” (ibid 142)
TEMPAT PEMBINAAN TARBIYAH YANG PALING IDEAL
Pelaksanaan tarbiyah ternyata tidak cukup dan tidak mampu membentuk
syaksiyah rabbani dengan seluruh aspek-aspeknya secara sempurna kecuali
di sebuah tempat denagan sarana penunjang komplit, yaitu front-front
pertempuran. Yang kami maksud bukan hanya front-front pertempuran
konvensional karena peperangan dalam dunia militer terbagi menjadi
beberapa bentuk diantaranya adalah perang dalam bentuk khusus seperti
harbu urban (perang kota) ataupun perang intelejen. Termasuk dalam
memahami makna ribath tidak hanya terbatas pada perbatasan-perbatasan
wilayah konflik namun lebih dari itu menurut Syeikh Abdul Aziz Abdul
Qodir ; ribath adalah semua tempat yang menakutkan musuh.
Syeikh Abdul Aziz Abdul Qodir dalam kitab Idadul Umdah fi Jihad fi
Sabilillah berkata: “Kamp pelatihan dan medan-medan jihad bila baik
pengaturannya merupakan sebaik-baik tempat untuk mentarbiyah seseorang
yang akan menyingkap kebiasaan serta kelakuan harian disebabkan oleh
lamanya pergaulan, perselisihan yang terjadi dan jauhnya perjalanan”.
Syeikh Harist Abdus Salam berkata: “Sedangkan perkataan orang yang
meluncurkan pengakuan ‘tarbiyah dulu sebelum jihad’, maka perkataan ini
seperti ‘tarbiyah dulu sebelum shalat’. Jawabannya satu; sesungguhnya
shalat itu sendiri merupakan tarbiyah, setiap urusan dari pada urusan
dien menimbulkan suatu pengaruh. Pengaruh shalat tidak sama dengan
puasa, begitu pula zdikir berbeda dengan zakat. Jihad adalah tempat
pembinaan tarbiyah yang paling ideal. Tarbiyah bukan lah suatu amal yang
mempunyai batas waktu tamat (selesai) dan dimulai ketika akan perang.
Tidak ada seorang berakal berpendapat demikian. Sejarah telah mencatat,
tarbiyah dilaksanakan sebelum, setelah dan ketika perang, tarbiyah akan
terhenti sampai orang itu mati dalam melaksanakan fardhu ain”. (Qoluu
faqul Anil Jihad 43)
Terlebih untuk memahami tauhid, untuk membentuk seseorang meyakini
dengan seyakin yakinnya kalimat la illaha illallah tidak mungkin dapat
dilakukan kecuali di medan-medan jihad. Syeikh Abdullah Azam berkata:
“Aqidah la illaha illallah tidak akan mungkin bisa kamu pahami bila
tidak melalui jihad. Dan tauhid uluhiyah tidak akan mungkin bisa
dipahami bila tidak melalui jihad”. (TJ 5/161)
“Tauhid Rububiyah bisa kita hapal dalam lima menit, namun bukan itu
yang kita kehendaki. Kita tidak menghendaki tauhid yang sifatnya
toritis, yang kita kehendaki adalah tauhid amali (praktis), yakni tauhid
uluhiyah. Mentransformasikan aqidah bahwa Allah adalah sang Pencipta,
yang Memberi Rizki dari benak kedalam kehidupan nyata.
Mentransformasikan aqidah bahwa Allah Yang Menghidupkan dan mematikan
dari dalam dada ke dalam perilaku akhlak dan sikap” (5/162)
“Pemimpinmu adalah seorang fajir dan fasik. Setiap hari mencaci
Islam, sementara tak sekalipun kamu pernah menentangnya, karena
mengkhawatirkan gaji tahunanmu (tidak dinaikkan), dan mengkawatirkan
pekerjaanmu (akan hilang). Maka mana gerangan keyakinan bahwa Allah
adalah yang Menciptakan dan yang Memberi Rizki?’ (5/163)
“Tauhid uluhiyah…Inilah tauhid yang taruhannya adalah darah,
taruhannya adalah jiwa, taruhannya adalah harta. Ibumu disembelih
dihadapanmu….anakmu dibakar hidup-hidup didepan matamu…rumahmu
dihancurkan sehingga menimpa semua orang yang ada di dalamnya. Namun
demikian kamu tetap sabar dan ikhlas, serta menyakini bahwa semuanya itu
sudah menjadi takdir Allah…Inilah tauhid uluhiyah. Maka barangsiapa
hendak mempelajari tauhid ini, silahkan dia datang ke Afghanistan”.
(5/164)
“Syafi’ullah Afdhali selama delapan tahun berada di front terdepan
dalam pertempuran. Maka para sahabatnya mengatakan kepadanya:
‘Shafiyullah, kami sangat membutuhkanmu, karena kamu adalah komandan.
Jika kamu gugur, maka yang rugi adalah kami semua’. Namun apa
jawabannya? Dia hanya membaca firman Allah: Tiada akan mati suatu jiwa
melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah tertentu
waktunya’. Inilah tauhid uluhiyah. Adakah kamu berpikir tauhid uluhiyah
adalah kalimat-kalimat yang bisa kamu hafalkan melalui kitab? Tidak,
sekali-kali tidak demikian”. (5/164)
“Tauhid uluhiyah tidak bisa dipahami apabila tidak melalui jihad.
Merubah teori dan konsep menjadi perilaku, akhlak, sikap dan tindakan
nyata dalam hidup, membuat sejarah dengan pengorbanan jiwa, raga dan
darah. Inilah tauhid uluhiyah.
Akibat jihad Afghan melawan komunis, ma’ahid dan madaris tiba-tiba
menjamur sampai mempu mendirikan universitas jihad antar bangsa dengan
dosen-dosen yang memiliki kapasitas sangat mumpuni. Sedangkan tarbiyah
di medan, setelah dilaksanakannya jihad, Syeikh Abdullah Azzam mampu
mengumpulkan ratusan jimat milik penduduk Afghan hanya dalam tempo 1 jam
saja.
Dalam Kitab Atsarul jihad Fil Bosnah karya Syeikh Ahmad bin Abdul
Karim Najib menceritakan betapa besar dan hebat pengaruh jihad Bosnia
Herzegovina dalam penyadaran dan pelaksanaan tarbiyah muslimin Lembah
Balkan. Dalam waktu singkat setelah berlangsungnya jihad madaris dan
ma’ahid sampai universitas menjamur bahkan beliau sendiri menjadi salah
seorang pengajarnya. Hal yang sama tidak jauh berbeda terjadi di
Checnya.
Salah satu hal yang ditakutkan Amerika selain syareat Islam yang
ditegakkan di Afghanistan semasa Imarah Thaliban adalah cepatnya
pertumbuhan madaris dan universitas berbasis kamp militer. Padahal
Imarah Thaliban membangun tanpa bantuan dunia internasioanal sedikitpun.
Bagaimana tidak, hanya dalam waktu empat atau lima setengah tahun
dengan tarbiyah shahihah Thaliban berhasil mencetak kader-kader ulama
mujahid tangguh, dalam perekonomian Thaliban dalam tempoh itu berhasil
menuntaskan program swasembada pangan. Salah satu LSM Inggris melaporkan
bahwa Thaliban berhasil menekan 40% peredaran ganja internasional.
Moro al-mubarokah, bumi jihad yang masih konsisten menegakkan jihad
selama 300 tahun. Dimulai dari kedatangan salibis Spanyol, kemudian
Amerika lalu katolik Filipin dan hari ini menghadapi persekutuan
begundal Amerika dan Filipina. Bagaimanakah mereka dapat bertahan selama
rentan waktu tiga abad? Baru-baru ini pasukan Amerika dengan peralatan
tempur canggih turun langsung menyokong tentara Filipana terkusus dalam
menghadapi tandhim Abu Sayyaf. Siapakah Abu Sayyaf? Anda lihat
dikoran-koran dan media, mereka hanyalah manusia desa bersandal jepit
(benar-benar dalam foto-foto mereka memakai sandal jepit!) namun
menenteng M 16. Konon jumlah mereka tidak lebih dari 300 personal.
Subhanallah, Amerika datang untuk membawa sandal jepit mereka. Peristiwa
aneh ini menarik para pejabat-pejabat negara lain untuk mendatanganinya
dan melihat langsung sistem tarbiyah mereka yang memberikan efek luar
biasa. Mereka rela berkutat lumpur menempuh hutan belantara demi melihat
sistem tarbiyah mujahidin.
Mari sekarang kita menuju Indonesia, jihad Ambon Maluku hanya dalam
selang waktu satu setengah sampai dua tahun mampu menyadarkan mereka
akan hekekat dienul Islam. Tercatat dalam sejarah, masyarakat muslim
akan berhenti melakukan kegiatan bila azan telah memanggil dan
berduyun-duyun kemasjid di Ternate. Poso pun tidak jauh dari itu; jihad
telah menyadarkan mereka dari jahiliyah, premanisme, perang antar
kampung, khamr, zina adalah bagian dari kehidupan mereka yang dianggap
biasa. Akan mudah ditemukan pemuda-pemuda yang pernah berzina, tidak
sulit mencari khmr dan jahiliyah lain. Itu sebelum adanya jihad. Namun
setelah jihad tegak, orang aman meninggalkan motornya tanpa terkunci di
jalan raya, masjid sangatlah makmur, tidak ada perselisihan antara
golongan ormas islam. Bahkan dalam masalah jimat dan ilmu kebal, mereka
dengan sadar membuangnya sendiri karena ternyata mereka telah
membuktikan bahwa jimat-jimat tersebut dan ilmu kebal mereka tidak ampuh
melindungi dari peluru. Lautan jilbab merupakan pemandangan biasa yang
menarik agen-agen PBB untuk mencari penyebabnya.
Anda akan melihat di kawasan-kawasan jihad diseluruh tempat di bumi
ini. Kaum yang sangat keras dalam amar maruf nahi mungkar. Namun
kejahiliyahan akan nampak dan langsung terlihat manakala jihad terhenti.
KORELASI TARBIYAH AL-QIYADAH: ULAMA DAN JIHAD
Suatu kesamaan yang tidak terbantahkan dalam potret para sahabat ra
sebagai umat terbaik adalah keterikatan dan keterlibatan mereka dalam
jihad fi sabililah. Bahkan kuatnya keterikatan tersebut sampai-sampai
pengajaran-pengajaran fikih dan muamalat pun mereka dapatkan dalam
ma’rakah. Fikih tayamum karena janabah diajarkan ketika dalam suatu
peprangan, hukum nikah mut’ah penghalalan dan pengharamannya ketika
ghazwah (perang). Bahkan nasehat Rasulullah kepada Jabir untuk menikahi
gadis ketika gazwah: “Nikahilah gadis karena dia dapat mencumbuimu dan
engkau mencumbuinya”. Subhanallah, dalam peperangan Rasulullah masih
sempat memberi pengajaran tentang nikah!!
Tidak heran bila mereka kelak menjadi qiyadah (pemimpin, komandan)
bagi ummat, yang fakih dalam ilmu dien dan fakih dalam ilmu askari
(militer). Seluruh jabatan Khalifah yang dikendalikan oleh sahabat
adalah sahabat-sahabat yang selalu terjun dalam kancah pertempuran.
Abu Bakar Ash-Shidiq dengan kefakihan diennya memurtadkan orang-orang
yang menolak membayar zakat dan dengan kemampuan askarinya berhasil
meredam gelombang pemurtadan yang telah meluas.
Umar bin Khathab dengan kefakihannya menelurkan berbagai macam
ijtihad hukum yang kita kenal dengan fikih Umar, dan dengan kemampuan
intellegence yang sangat matang, Umar ra mengatur dan memberikan
intruksi strategi dan taktik perang jitu dari Madinah disela-sela beliau
menjalankan pemerintahannya.
Utsman ra seorang ulama dan hufadz pemersatu Al-Qur’an dengan daya
intellegence askarinya mampu membaca bahwa dirinya akan digulingkan bila
tidak menjalankan strategi ofensif , namun beliau tidak melakukannya
karena sutau pertimbangan.
Ali ra, kealiman dan kefakihannya dalam dien mampu memelihara
kekhalifahan ditengah badai pemberontakan dan demo bahkan dengan
kematangan kemiletarannya beliau mampu membaca peta provokasi dan adu
domba pada perang Jamal atau Shiffin, lalu beliau menghentikan
peperangan tersebut ketika berkecamuk dasyat dan mendinginkan suasana.
Hasan bin Ali dan Jabir juga seorang khalifah yang fakih dan prajurit handal. Begitu pula
Muawiyah ra mengirim ekspedisi armada laut ke negara yang sangat jauh bagi menaklukkan Konstantinopel.
Khalifah-khalifah berikutnya bukan dari kalangan sahabat juga matang
dalam dien dan askari. Harun Ar-Rasyid, seorang khalifah yang diterca
ratusan penghinaan dan pemutar balikkan fakta oleh para orientalis.
Siapakah sesungguhnya beliau?
Syeikh Umar Muhammad Umar menceritakan: “Harun Ar-rasyid, satu tahun
pergi berperang tahun berikutnya berhaji bagitu seterusnya. Tidur beliau
diatas kuda tempurnya sampai-sampai kaki beliau (betis) bengkak karena
selalu berada diatas kuda. Beliau meninggal di perang Ash-Shoif wilayah
Masyriq, beliau adalah seorang mujahid fi sabilillah. Bila ada yang
berkata: Dia itu banyak mengumpulkan harta, disisinya permata-permata
mengkilap, emas dan simpanan yang melimpah. Maka katakan padanya: Engkau
benar, beginilah kondisi ummat, kaya raya yang diperoleh dari kebaikan
bukan diperoleh dari kehinaan, semua ini berasal dari fadhilah Allah
karena menghidupkan jihad fi sabilillah. Allah telah mewariskan
negeri-negri yang terkalahkan kepada mujahidin sebagaimana sabda nabi:
Dan dijadikan rizkiku dibawah bayangan tombakku”. (Jihad wal Ijtihad 56)
Shalahudin Al-Ayubi, siapa yang tidak mengenal Saladin? Hidupnya
diantara ilmu dien dan pertempuran, tempat tinggalnya bukan di istana
berkasur empuk bahkan beliau memilih kemah ditengah dingin padang pasir
sebagai persinggahan yang paling diminatinya.
TARBIYAH ISLAMIYAH; TAHAPAN MENUJU DZIRWAH TSANAMIL ISLAM
Riwayat dari Ibnu Haban dan Hakim secara shahih menyebutkan hadit:
“Seorang mujahid yaitu orang yang bersungguh-sungguh melaksanakan
ketaatan Allah, dan muhajir (orang yang berhijrah) yaitu orang yang
membuang dosa dan kesalahan”.
Syeikh Abu Muhammad Al-Maqdisi berkata: “Jika mereka belum melakukan
jihad atas diri mereka dan anak-anak mereka , belum berhijrah sebagai
kewajiban pertama kali bagi setiap muslim di setiap zaman dan masa….Maka
bagaimana mungkin mereka akan berjihad melawan kufar dan para thagut,
bagaimana caranya mereka akan menyabetkan pedang dan menumpahkan
darah….atau menarik pelatuk meluncurkan peluru….Ibnul Qoyyim
rahimahullah berkata: “Siapa saja yang belum berjihad dengan dirinya
untuk melepaskan hawa nafsu yang mengekang agar dapat melaksanakan apa
yang diperintahkan dan menjauhi larangan kemudain dia maju berperang,
maka tidak mungkin dia mampu melawan musuh-musuhnya di medan””. (Idadul
qodat)
Ibnul Qoyyim berkata: “Jihad tidak akan sempurna kecuali dengan
hijrah, sedangkan hijrah tidak mungkin diraih kecuali dengan iman.
Orang-orang yang mengharap rahmat Allah merekalah yang menegakkan tiga
perihal ini. Allah berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman,
orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu
mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang”. (Al-Baqoroh 218) . Allah telah mewajibkan iman bagi setiap
orang, begitu pula allah pun mewajibkan dua hijrah di setiap waktu
yaitu;
1. Hijrah kepada Allah dengan tauhid, ikhlas dan taubat, tawakal,
khouf (takut kepada Allah), harap pada Allah, dan mahabbah (cinta pada
Allah).
2. Hijrah kepada Rasul-Nya saw dengan cara mengikutinya (itiiba’),
tunduk pada perintahnya, membenarkannya (tashdiq), mengutamakan perintah
dan haditnya dari semua perintah-perintah lain. Rasulullah bersabda :
Barangsiapa hijrahnya kepada Allah dan rasul-Nya maka hijrah tersebut
kepada Allah dan Rasul dan barangsiapa hijrahnya kepad dunia yang
dikejarnya atau wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya menurut
apa yang dia hijrahi itu”. Begitu pula Allah telah mewajibkan jihad atas
diri (melawan hawa nafsu) dan jihad melawan setan, ini semua merupakan
fardhu ain”. (Zadul Ma’ad)
Ibnul Qoyyim menulis syair sebagai berikut:
Jadikanlah hatimu dua hijrah, jangan tidur, keduanya wajib bagi setiap orang
Hijrah pertama kepada rahman dengan ikhlas dalam keadaan rahasia atau terang
Hijarah yang lain kepada perutusan (Rasul) yang membawa al-haq nyata dan burhan
Beliau berkata “ Oleh karena jihad melawan musuh-musuh Allah yang
dhohir itu adalah cabang dari jihad nafs karena Allah, sebagaimana sabda
Nabi,”Mujahid adalah orang yang berjihad melawan hawa nafsunya dalam
rangka ta’at kepada Allah dan muhajir adalah orang yang berhijrah dari
larangan-larangan Allah.” maka jihadun nafs lebih didahulukan dari
melawan musuh yang dhohir, dan jihadun nafs adalah pokok dari pada jihad
kuffar karena siapa belum berjihad melawan hawa nafsunya dengan
melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangannya serta memerangi
hawa nafsu karena Allah dia tidak akan mampu untuk berjihad melawan
musuh-musuh Allah yang dhohir.
Bagaimana mungkin dia mampu berjihad melawan musuh Allah, sedang
musuh yang mengusai dirinya saja belum ia perangi ? Ia tidak akan
mungkin mampu keluar pergi berjihad melawan musuh Allah sampai ia
berjihad menundukkan hawa nafsunya sehingga mau keluar melawan
musuh-musuh Allah. Seorang hamba diuji untuk berjihad melawan kedua
musuh ini (musuh yang lahir dan bathin). Di antara kedua musuh tersebut
masih ada lagi musuh ketiga, ia tidak akan mungkin memerangi kedua musuh
tersebut kecuali bila dia (telah) bisa melawan musuh yang ketiga yang
melemahkan semangatnya, menakut-nakuti dan selalu membuat khayalan
baginya betapa beratnya jihad melawan keduanya dan hilangnya seluruh
kesenangan.
Ia tidak mungkin berjihad melawan kedua musuh tersebut musuh tersebut
kecuali setelah melawan musuh yang ketiga ini. Karena itu jihad melawan
musuh yang ketiga ini pokok dari jihad melawan kedua musuh di atas.
Musuh yang ketiga ini adalah syaithon. Allah berfirman,“Sesungguhnya
syaithon itu musuh bagi kalian maka jadikanlah ia sebagai musuh.”
Perintah untuk menjadikan syaiton sebagai musuh adalah peringatan supaya
mengerahkan segala kemampuan untuk memeranginya, karena syaithan
(merupakan) musuh yang tidak pernah berhenti untuk memerangi hamba
setiap detak nafas, dengan demikian maka sebenarnya seorang hamba
diperintah untuk memerangi tiga musuh ini”. (Zadul Ma’ad jilid 3/5-6)
Imam Ibnu Qayyim menjelaskan bahwa pokok atau landasan dari jihad
melawan orang kafir adalah jihad melawan hawa nafsu dan setan dengan
jalan menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi
larangan-larangan-Nya. Orang yang mampu berjihad melawan orang-orang
kafir hanyalah orang-orang yang mampu menundukkan hawa nafsunya.
Penjelasan beliau ini dengan jelas menunjukkan bahwa berjihad melawan
orang kafir merupakan jihad terbesar dan paling agung, karena hanya bisa
diraih oleh orang-orang yang lulus dari jebakan hawa nafsunya.
Untuk memerangi hawa nafsu, imam Ibnu Qayyim dalam Zadul Ma’ad menyebutkan tempat tahapan :
a). Berjihad dengan mempelajari din yang haq ( Islam ).
b). Berjihad dengan mengamalkan perintah – perintah agama yang telah dipelajari.
c). Berjihad dengan mendakwahkan agama Islam serta mengajarkannya kepada orang yang tidak tahu.
d). Berjihad dengan bersabar terhadap rintangan-rintangan dakwah
Imam Ibnu Taiiyah berkata mengenai hijrah dan jihad ketika
menjelaskan ayat ini: ” Bagi para faqir yang berhijrah, yang diusir dari
negerinya dan dari harta bendanya karena mencari karunia Allah dan
keridhaan-Nya serta menolong Allah dan Rassul-Nya. Mereka itulah
orang-orang yang benar.” )Al Hasyr: 8(
Inilah sifat muhajirin yang berhijrah meninggalkan kejahatan dan
berjihad melawan musuh-musuh Allah secara lahir dan batin. Sebagaimana
sabda Nabi,” Orang mukmin itu orang yang darah dan harta orang lain
selamat dari gangguannya, orang muslim itu orang yang kaum muslimin
selamat dari lisan dan tangannya, orang yang berhijrah itu orang yang
meninggalkan apa yang dilarang Allah orang yang berjihad itu orang yang
berjuang melawan hawa nafsunya demi Allah.” (Majmu 11/196)
Harakah islamiyah harus mampu membina umat, pertama kali adalah
dengan iman kemudian mengajaknya hijrah lalu jihad dengan pemahaman
shahih dari para ulama salaf terpercaya.
PELAJARAN TARBAWI DARI PERANG TABUK “JIHAD DAN INFAQ”
Rasulullah saw menyeru tahrid untuk membekali pasukan yang akan
berangkat ke Tabuk “Bersedekahlah karena aku akan mengirim pasukan”.
Segera Utsman bin afwan ra dengan harta kekayaannya dan beliau terus
mengirim hartanya samapi Rasulullah bersabda: “Allahumma ridhalah Utsman
karena aku telah ridha padanya”. “Tidak ada bahaya untuk Utsman setelah
hari ini’.
Kemudian muncul Abdurrahman bin Auf : “Wahai Rasulullah aku mempunyai
4000, 2000 aku serahkan dan 2000 aku tinggalkan untuk keluargaku”.
Rasulullah menjawab: “Barakalallah atas apa yang engkau berikan dan
barakallah atas apa yang engkau simpan”.
Pelajaran-pelajaran tarbawi dalam gazawy nabi dapat dirngkumkan berikut:
1. Harta adalah benda yang sangat menarik perhatian manusia, dalam Islam
harta yang paling halal ialah ghanimah. Seruan dan tahridh untuk infak
sebagai dana pembiayaan perang yang dibebankan kepada mujahidin (dan itu
tidak sedikit) merupakan tarbiyah pengorbanan harta. Mujahidin yang
telah terlatih dengan cepat kehilangan harta sehingga ia merasakan dalam
jiwanya bahwa harta hanya dikorbankan untuk jihad, maka ketika dia
dihadapkan dengan ghanimah yang berceceran, hatinya tidak akan tergoda.
Terlebih seorang mujahid tertarbiyah untuk siap mengorbankan nyawa dan
jiwanya. Apakah arti sebuah harta sedang nyawanya pun siap ia serahkan.
Dalam artikel berjudul Taamul Tarbawiyah Fi Ghazawat Nubuwat yang
disebarkan oleh Majalah Al-Fajr dikatakan: “Sesungguhnya keluarnya
mujahid menuju kancah pertempuran dengan ruh ditangannya, dan mati fi
sabilillah merupakan dambaan yang telah menggelora dalam jiwa tidak
mungkin dapat dicegah dari ghanimah harta yang dibagikan secara haq. Dia
akan terus menjamin berkibarnya panji Islam, meneruskan jihadnya dan
menolong dakwah. Sampaipun dia mendapatkan ghanimah itu seorang diri,
maka dia akan menyerahkanya untuk kepentingan jama’ah mujahidah dan
penyebaran dakwah. Sesungguhnya ketidak bernafsunya mujahid pada
ghanimah merupakan pelajaran tarbiyah dari infaq fil jihad”.
2. Rasa mencukupkan apa yang ada dan merasakan kekayaan diri yang
Allah cukupkan serta izzah jihad menjadikan mujahid selalu bersegera
dalam kebaikan (fastabiqul khirat), saling bantu membantu baik dalam
masa sulit maupun mudah. Selalu melakukan i’dad fisik semampunya dan
menyokong jihad.
“Hakekat ini merupakan suatu gamabaran akan kesempurnaan manhaj
tarbawi rabbani dalam membangun jama’ah mujahidah, dalam membangkitkan
jiwa untuk berlomba-lomba melaksanakan kebaikan, gotong royong secara
sehat jauh dari unsur-unsur yang haram seperti riba”.
“Dari pelajaran-pelajaran ini kita melihat suatu kumpulan masyarakat
yang ideal saling tolong menolong dalam keimanan dan berlomba-lomba
untuk mendanai perprangan-peperangan terlebih pada perang Tabuk”.
3. Menyatukan ruhul wahdah islamiyah (persatuan Islam)
“Tarbiyah apakah yang mampu menyatukan abaul Islam (msyatakat islam)
kepada ruh wahdah islamiyah dengan segala komponen dan pengorbanan
seperti mentarbiyah mereka untuk mengorbankan jiwa dan berlomba-lomba
berangkat ke medan perang unttuk meninggikan kalimat Allah? Seungguhnya
itu merupakan tarbiyah yang paling ideal untuk mencetak akhlak baik dan
budi perkerti.Seorang muslim yang telah merasakan tarbiyah ini tidak
akan kabur dari medan perang, dan tidak akan menolak panggilan
saudaranya mujahid yang sangat memerlukan pertolongannya”. (Taamul
Tarbawiyah Fi Ghazawat Nubuwat yang disebarkan oleh Majalah Al-Fajr)
BUAH TARBIYAH
Syeikh Islam Ibnu Taimiyah dalam Fikr Tarbawi mengungkap buah dari
pelaksanaan dan keberhasilan tarbiyah yang tertanam pada muslim sebagai
berikut:
1. Hidup dan mati untuk mengaplikasikan aqidah islamiyah.
2. Mentauladani prikehidupan nabi dalam seluruh perilakunya.
Syeikh Abdurrahman An-Nahlawi menambahkan:
1. Muncul seorang yang memiliki syakhsiyah (kepribadian) kokok kuat
tidak mengenal atau tahan terhadap kegoncangan, depresi, stress.
2. Kuatnya iltizam dengan Islam
3. Hatinya selalu terikat kepada Allah.
PENUTUP
Sesungguhnya tarbiyah tidak dapat dilepaskan dari ilmu syar’i dan
jihad, usaha pemisahan tersebut berarti berusaha membelokkan makna
tarbiyah sebenarnya yang telah Allah gariskan, Bahkan Rasulullah saw
sebagai murabi terbaik mencetak para sahabat dikancah-kancah
pertempuran, mengajarkan fikih dan muamalat di antara pedang, darah,
debu-debu dan kelelahan. Syeikh Al-Mujahid Abdullah Azzam berkata:
“Sungguh daulah Islam dan hukum Islam sekali-kali tidak akan tegak
kecuali dengan jihad dan jihad dapat tegak jika ada harokah Islam (para
muharik) yang mendidik para pengikutnya dengan tarbiah yang benar.”
Berkata Sofwan bin Uyainah kepada Abdullah bin Mubarak: “Bila kamu
melihat manusia telah berselisih pendapat, maka ikutilah para mujahidin
dan ahli tsugur (ulama yang hidup di medan jihad)”.
Walhamdulillah shalawat dan salam bagi Rasulillah.
MURAJA’AH
Al-Qu’ran Al-Karim
Atsarul jihad Fil Bosnah karya Syeikh Ahmad bin Abdul Karim Najib
Al-Jihad wal Ijtihad Ta’amulat fil Manhaj Syeikh Umar Muhammad Abu Umar
I’dadul Qodat Fawaris Bi Hijri Fasadil Madaris Syeaikh Abu Muhammad Al-Maqdisi
Idadul Umdah fi Jihad fi Sabilillah, Syeikh Abdul Aziz Abdul Qodir
Tafsir Ibnu Katsir, Ibnu katsir
Tarbiyah Jihadiyah terbitan Al-Alaq, Syeikh Al-Mujahid Abdullah azzam
Taamul Tarbawiyah Fi Ghazawat Nubuwat yang disebarkan oleh Majalah Al-Fajr
Risalah Tarbiyah wat Ta’lim karya Abu Hamidah Al-Harbi
Qoluu faqul Anil Jihad Syeikh Harist Abdus Salam